Rabu, 22 Mei 2013

Kemuliaan terlahir sebagai manusia

By sehi vidyananda

 

 

Saat ini, banyak yg sedang susah, saat susah ingatlah......
ada minimal 4 keberuntungan kita lahir sbg manusia:
1. Sangat sulit lahir sbg manusia ; Buddha mengumpamakan debu di ujung jariNya ( kemungkinan lahir sbg manusia ), dibanding debu di bumi ini ( kemungkinan lahir di alam menderita ) mis ; ikan yg di tangkap manusia setiap harinya mungkin melebihi 10 milyard jumlah manusia.
2. Kita masih bertahan hidup sampai saat ini ; banyak teman2 kita yg tidak memiliki keberuntungan ini. Ada yg sudah meninggal saat didalam kandungan, saat lahir, baru balita, remaja, dewasa, baik terkena penyakit, bencana atau musibah.
3. Berkat timbunan kebajikan di masa lampau, kita lahir di negara yg aman, damai dan cukup sandang pangan. Banyak yg tidak memiliki keberuntungan ini misalnya lahir di negara yg sedang perang, atau terkena musibah kelaparan dsj.
4. Kita lahir umumnya dgn keadaan indra yg lengkap ; mata bisa melihat, telinga bisa mendengar, pikiran bisa membedakan yg benar dan yg tidak benar, yg boleh dilakukan dan yg tidak boleh dilakukan.
dan ada minimal tambahan 4 keberuntungan lagi sebagai siswa Sang Buddha :
5. Kita lahir saat berkembangnya Buddha Sasana Gotama ; saat ini sangat mudah memperoleh informasi ttg Dhamma Ajaran Buddha Gotama baik melalui buku2 Dhamma, Ajaran langsung oleh Anggota Sangha maupun melalui media online lainnya.
6. Kita memiliki Guru Yg Sempurna.
7. Kita memiliki Dhamma Ajaran Yg telah Sempurna di ajarkan.
8. Kita memilki Sangha, panutan yg melaksanakan Ajaran Yg Sempurna ini.

Dgn menyadari "keberuntungan2" ini hendaknya kita selalu bersyukur dan berterimakasih dan berusaha utk mempelajari, merenungkan, menyelidiki dan mempraktekan Dhamma dlm kehidupan sehari2. Bukanlah kita di ajarkan "Hidup ada Dukkha", juga berarti penderitaan ato permasalahan adalah bagian dr kehidupan, belajar dan belajar lebih bijak lebih tenang menghadapi permasalahan yg merupakan bahagian dr kehidupan.
Jangan sia2kan keberuntungan2 ini dgn melakukan hal2 yg di luar Dhamma dlm menghadapi permasalahan kehidupan. Bukankah kita telah "survive" selama ini menghadapi masalah2 yg pelik sekalipun. Smoga kita tetap teguh di Jalan Dhamma yg membawa kebahagiaan di sini dan di kehidupan yg akan datang.
Semoga bermanfaat....Sadhu.....

Top of Form

 

Dhammapada 182:

 

"Kiccho manussapaṭilābho,

kicchaṃ maccāna jīvitaṃ

kicchaṃ saddhammassavanaṃ,

kiccho Buddhānam uppādo."

 

Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia,

sungguh sulit kehidupan manusia,

sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar,

begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha.

 

Bottom of Form

 

Bendera Buddhis

Bendera Buddhis (1)

Sumber: www.samaggi-phala.or.id/

 

Seperti yang dituturkan Col. HS. Olcott dalam bukunya yang berjudul “Old Dairy Leaves”, tentang sejarah terciptanya Bendera Buddhis internasional, PADA suatu ketika di bulan Februari 1885, kawan-kawannya dari Colombo (Sri -Lanka) yang tergabung dalam Panitia Pertahanan Buddhis Sri Lanka (Buddhis Defence Committee), mendapat sebuah gagasan untuk membuat bendera yang dapat menjadi symbol dan lambang yang kelak dapat diterima oleh semua sekte umat Buddha di dunia.

 

“Hal tersebut akan dapat membantu usaha saya untuk mempersatukan umat Buddha di dunia, yang saya rintis sejak saya terjun dalam Buddha Dharma. Dengan adanya titik-titik ketidaksamaan yang begitu banyak antara ajaran agama Buddha aliran Utara dengan ajaran aliran Selatan, pekerjaan untuk mempersatukan pendapat mereka sungguh saya rasakan kesulitannya”, ujar Olcott.

 

“Namun, melihat dasar fundamental, yang sama antara aliran Utara dan Selatan, maka saya masih mempunyai harapan untuk dapat mempersatukan pendapat mereka dalam merencanakan sebuah bendera persatuan yang dapat diterima oleh semua pihak”, tulis Olcott selanjutnya.


Enam Warna

“Dalam usaha merencanakan bendera Buddhis tersebut, saudara-­saudara saya dari Sri Lanka telah mendapat sebuah pikiran yang sangat orisinil dan unik sekali. Mereka menyarankan, agar bendera Buddhis Internasional tersebut dibentuk dalam warna-warna aura atau cahaya yang ke luar dari badan Sang Buddha ketika Beliau mencapai kesucian di bawah Pohon Bodhi di Bodhgaya.”

 

“Mereka berpendapat, bendera yang dibuat dari warna-warna aura Sang Buddha, pasti dapat meniadakan perdebatan-perdebatan antar sekte. Semua sekte tanpa terkecuali, telah lama menerima tradisi warna aura Sang Buddha ini. Sama seperti yang telah mereka terima mengenai gambar dan bentuk patung-patung Sang Buddha.”

 

Dalam tulisannya, Olcott selanjutnya mengatakan : “Kepada panitia, kami menyarankan agar bendera Buddhis tersebut tidak mempunyai atau mengandung arti politik dalam bentuk apapun. Dan harus mempunyai arti serta nilai keagamaan yang mendalam!”.

Panitia kemudian membuat sketsa­sketsa percobaan dari calon bendera/ panji Buddha tersebut. Sebuah sketsa kemudian disarankan oleh panitia berbentuk sebuah bendera yang panjang berkelok-kelok seperti ular.

 

Menurut pendapat saya, bendera panjang tersebut tidak praktis, dan akan sulit untuk dibawa dalam prosesi. Dan juga bendera seperti itu tidak indah bila dipasang di dinding. “Saya mengusulkan bentuk bendera yang biasa saja. Setelah contohnya selesai dibuat, bendera tersebut disetujui oleh seluruh anggota panitia dengan suara bulat. Dalam waktu singkat, bendera ini telah menawan hati umat Buddha.

 

Pada Hari Raya Waisak tahun 1885, bendera tersebut pertama kali mulai dikibarkan di hampir semua vihara dan rumah penduduk di Sri Lanka”. demikian tulis Olcott.

Warna-warni yang terdapat pada bendera Buddhis adalah warna biru, kuning, merah, putih, dan jingga atau merah muda. Warna-warni ini disusun secara vertikal lalu disebelahnya ada kelima warna ini yang disusun secara horisontal. Setiap warna mempunyai arti yang berbeda. Warna-warni horisontal melambangkan perdamaian abadi dari ras-ras yang ada di dunia dan keharmonisan dalam kehidupan bersama. Warna vertikal melambangkan perdamaian di dalam dunia ini.


Secara singkat, bendera Buddhis memberikan makna bahwa tidak ada diskriminasi ras ataupun kebangsaan, kedaerahan ataupun warna kulit, bahwa semua makhluk mempunyai potensi mencapai kesucian menjadi Buddha dan mempunyai karakteristik kebuddhaan.

Panji Buddhis Enam Warna atau Sadvarna Dvhaja tersebut bermakna :

1.    Biru dari warna rambut Sang Buddha melambangkan bakti atau pengabdian

2.    Kuning Emas dari warna kulit Sang Buddha melambangkan kebijaksanaan

3.    Merah tua dari warna darah Sang Buddha melambang cinta kasih

4.    Putih dari warna tulang dan gigi Sang Buddha melambang kesucian

5.    Jingga adalah warna yang diambil dari warna telapak tangan, kaki dan bibir Sang Buddha yang melambangkan semangat

6.    Gabungan kelima warna melambangkan gabungan kelima faktor yang telah disebutkan di atas.

Adapun makna sebenarnya istilah “Prabhasvara” adalah bersinar sangat terang atau cemerlang

 


 

Bendera Buddhis (2)

Oleh Hudaya Kandahjaya 

[Dikutip dari Majalah Manggala Edisi September - Oktober 1999]

 

Bendera Buddhis resmi dipakai di hadapan publik untuk pertama kalinya pada suatu upacara Wiasak di Dipaduttararama, di Kotahena, Sri Lanka, tepatnya pada tanggal 28 April 1885. tanggal kelahirannya sendiri umumnya dikatikan dengan pemampangan wujud bendera ini di harian Sarasavi Sandaresa pada tanggal 17 April 1885. Sri lanka pada abad kesembilanbelas sedang bergolak menghadapi tantangan akibat kehadiran dan kegiatan misionaris kristen di pulau tersebut. Bendera Buddhis diciptakan untuk mempersatukan umat Buddha Sri lanka dalam menghidupkan kembali agama Buddha. bendera ini juga menjadi lambang kejaayn umat Buddha dalam gerakan tersebut. Belakangan, banyak cendekiawan menamakan gerakan ini sebagai gerakan agama Buddha Protestan.


Gerakan menghidupkan kembali agama Buddha itu antara lain dirumuskan oleh panitia Peringatan Waisak tahun 1880 di Colombo. Anggota panitianya adalah yang Arya hikkaduwe Sri Sumangala thera (ketua), yang Arya Mohottivatte (Migettuwatte) Gunananda Thera, Don carolis hewavitharana, Muhandiram, A.P. Dharmagunawardena, william de Abrew, Carolis Pujitha Gunawardena (Sekretaris), Charles A. de Silva, N.S Fernando, Peter de Abrew, dan H. William fernando. Diantara orang-orang ini Carolis Pujitha gunawardena yang seketaris sering dipandang sebagai perancang bendera buddhis, walaupun pada umumnya ada kecenderungan untuk memandang keseluruhan panitia penyelenggara perayaan Waisak 1885 sebagai yang berjasa bagi proses penciptaannya.


Kolonel Henry Steel Olcott pertama kali datang ke Sri Lanka bersama Madame H.P. Blavatsky, pendiri-pendiri Theosophical Society, pada tahun 1880. ketika bendera Buddhis pertama kali dikibarkan di Sri Lanka, Kolonel Olcott sedang berada di India. ia kembali ke Sri lanka dari India pada tanggal 28 januari 1886. ia mencatat kesan-kesannya begitu melihat bendera Buddhis berkibar di Kotahena. Menurutnya bentuk bendera itu kurang mengena atau serasi untuk dibawa dalam prosesi atau dipancang di rumah-rumah. Kolonel Olcott menyarankan agar bentuknya dibuat sebangun dan seukuran dengan bendera nasional. Sarannya diterima dan pada tanggal 8 April 1886 bendera gubahan baru dipampang kembali di harian Saravasi Sandaresa. bentuk inilah kemudian yang diperbanyak dikibarkan baik pada upacara Waisak 1886 maupun pada setiap vihara dan rumah-rumah di Sri Lanka.


Catatan Kolonel Olcott juga menyebutkan bahwa paduan warna yang terdapat dalam bendera Buddhis versi Sri Lanka adalah serupa dengan yang ada pada bendera yang dipakai Dalai Lama di Tibet. Dalam tradisi agama Buddha, kombinasi warna ini mengacu ke pancaran enam warna aura Buddha. Dalam literatur Sanskrit, ciri unik Buddha yang berupa enam warna cahaya Buddha ini disebut sadvarna-buddha-ramsi; kata ramsi merupakan metatesis dari rasmi). Enam warna itu secara berurutan adalah biru (nila), kuning (ita), merah (lohita) putih (odata), jingga (manjestha, paliL manjettha), dan campuran dari lima warna di atas (prabhasvara, Pali: pabbhassara). Dikatakan juga bahwa warna biru berasal dari rambut dan bagian biru dari mata, warna kuning berasal dari kulit dan bagian kuning dari mata, warna merah berasal dari daging, darah dan bagian merah dari mata, warna putih berasal dari tulang, gigi, dan bagian putih dari mata, dan dua warna lainnya berasal dari berbagai bagian tubuh Buddha. Lalu, formasi urutan warna ini bila dipasang bersebelahan dengan arca Buddha, warna biru menempati posisi diatas atau disebelah dalam.


Pada tahun 1889, Anagarika Dharmapala dan Kolonel Olcott memperkenalkan bendera ini ke Jepang dan selanjutnya ke Burma. Kemudian, sewaktu World Fellowship of Buddhists pada tahun 1950 bersidan di Colombo, atas permintaan Almarhum Profesor G. P. Malalasekera, bendera Buddhis diseakati untuk diterima sebagai bendera umat Buddha di seluruh dunia, Sejak saat itu bendera Buddhis yang berasal mula dari Sri Lanka ini meningkat kedudukannya sebagai lambang Buddhis internasional.

 

 

Selalu salah di mata orang lain

Kisah ini menceritakan tentang seorang lelaki tua bersama anaknya yang masih kecil yang baru saja membeli seekor keledai. Binatang ini mirip dengan kuda, hanya saja bentuknya lebih kecil dari kuda.
Setelah lelaki itu selesai membeli keledai, lalu dia bersama anaknya segera membawa pulang ke rumahnya. Sang bapak menaiki keledai itu, sementara anaknya berjalan kaki sambil menuntun keledainya dari samping menyusuri jalan kampung yang ramai dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Namun baru beberapa langkah keledai itu berjalan, ada seseorang yang berkata : Betapa teganya orang tua ini. Dia naik keledai sementara anaknya yang masih kecil dibiarkan berjalan kaki.
Setelah mendengar ucapan itu, sang bapak turun kemudian meminta anaknya menaiki keledai itu, sementara sang bapak berjalan sambil menuntun keledai tersebut. Sesampainya di kampung lain ada yang berkata lagi : “Alangkah tidak sopannya anak ini, dia enak-enakan naik keledai, sementara ayahnya hanya berjalan kaki.”


Karena ada ucapan seperti itu, maka sang bapak berkata kepada anaknya : “ Turunlah nak, kita berdua berjalan kaki saja “. Kemudian mereka berdua berjalan kaki sambil sang bapak menuntun keledainya. Namun ketika mereka melewati kampung yang lain , ada orang yang berkata lagi : “Mengapa kalian berdua tidak memanfaatkan keledai itu, untuk apa kalian berjalan kaki jika ada keledai yang bisa kalian naiki.”


Sang bapak kemudian menghentikan keledainya setelah mendengar perkataan orang itu dan berkata kepada anaknya : ” Apa yang telah kita lakukan salah lagi kita nak. Ya sudah, kita naiki saja berdua “. Kemudian mereka berdua menaiki keledai itu bersama-sama, namun sesampainya di kampung yang lain, tetap saja ada orang yang protes dan berkata : “Kasihan, keledai sekecil itu dinaiki oleh dua orang.”

Sang bapak berkata lagi kepada anaknya : “Kita dikatakan salah lagi nak. Kalau begitu harus kita apakan keledai ini?”. Sang bapak kemudian berkata lagi : “ Sudahlah nak, apapun yang akan kita lakukan pasti akan tetap salah menurut mereka. Sekarang kita pikul saja keledai ini dan biarkan nanti kalau ada orang yang mau berkata apa, terserah dan jangan kita dengarkan lagi “. Akhirnya mereka seperti orang gila, karena keledainya mereka pikul bersama.

About

Pengikut