Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa
MERENUNGKAN KEMATIAN
Ajjeva kiccamātappaṁ, Ko jaññā maraṇaṁ
suve’ti
... “Berusahalah hari ini juga!Siapa
tahu kematian ada di esok
hari”
(Bhaddekaratta Sutta, Majjhima Nikāya)
DalamAṅguttara Nikāya, Pañcakanipata Pāḷi,
Buddha mengajarkan kita
agar kerap kali melakukan
lima perenungan. Salah satu dari lima
perenungan itu adalah merenungkan kematian. Bagi sebagian orang yang memiliki pandangan materialis, membicakan kematian adalah sesuatu yang dianggap tabu, padahal secara
Dhamma , kematian adalah hal yang wajar, alami yang pasti terjadi pada
setiap makhluk yang terlahirkan.
Buddha mengajarkan kita melakukan perenungan terhadap kematian adalahmemiliki tujuan agar kitatidak sombong dalam menjalanikehidupan,
tidak melakukan kejahatan dan melakukan
lebih banyak lagi kebajikan yang pasti akan
memberi manfaat ketika hidup kita
ini berakhir.
Singkatnya Kehidupan
Dalam Aṅguttara Nikāya, Sattakanipata Pāḷi, Buddha menjelaskan
betapa kehidupan ini amat sangat
singkat dengan tujuh perumpamaan yang ada di sekitar
kita.
1. Bagaikan setetes embun diujung
rumput akan lenyap dengan cepat
pada saat matahari terbit,demikian
pula kehidupan manusia ini bagaikan setetes
embun, pendek, terbatas dan singkat.
2. Bagaikan saat hujan turun,
airnya jatuh di kolam membuat
gelembung air (riak lingkaran) akan
lenyap dengan cepat, demikian pula, kehidupan manusia ini bagaikan gelembung
air, pendek, terbatas dan singkat.
3. Bagaikan garis yang digores di atas air dengan
tongkat akan
lenyap dengan cepat dan tidak
berumur panjang, demikian pula, kehidupan manusia ini bagaikan
garis yang digores di atas air, pendek,
terbatas dan singkat.
4. Bagaikan aliran sungai di
gunung, yang airnya mengalir cepat, tidak diam sesaat,
sedetikpun, terus bergerak, dan mengalir
maju, demikian pula, kehidupan manusia ini bagaikan aliran
sungai di gunung, pendek, terbatas dan singkat.
5. Bagaikan seorang pria yang kuat dapat membentuk
segumpal ludah di ujung lidahnya
dan meludahkannya keluar denganmudah, demikian pula, kehidupan manusia ini bagaikan
segumpalludah, pendek, terbatas dan singkat.
6. Bagaikan sepotong daging yang dibuang ke dalam
panci besi yang dipanaskan sepanjang hari akan
terbakar habis dengan cepat dan
tidak bertahan lama, demikian pula, kehidupan manusia ini bagaikan
sepotong daging yang dibuang ke panci
panas, pendek, terbatas dan singkat.
7. Bagaikan sapi potong akan dibawa ke tempat penyembelihan
(rumah jagal), setiap satu kakinya
diangkat dia akan semakin dekat
dengan kematian, demikian pula, kehidupan manusia ini bagaikan
ternak yang dibawa untuk disembelih, pendek, terbatas dan singkat.
Hal Yang Harus Dilakukan
Menyadari bahwa kita
bakal mengalami kematian, maka hal yang perlu kita lakukan adalah
mempersiapkan bekal sebelum kematian itu tiba.Seperti halnya bilamana kita akan bepergian,
melakukan perjalanan, kita akan mempersiapkan
segala perbekalan; baju, makanan, kendaraan, tempat menginap, dan sebagainya(pergi untuk kembali
lagi). Begitu juga kita hendaknya menyiapkan bekal untuk kita
pergi selamanya dari kehidupaan saat ini (pergi
tidak kembali lagi).
Dalam Dhammapada 53, Buddha menyatakan:“Seperti
dari setumpuk bunga dapat dibuat
banyak karangan bunga, demikian pula banyak kebajikan dapat dilakukan oleh manusia di
dunia ini.”Bait Dhamma ini menyadarkan
kita, bahwa kesempatan saat ini banyak sekali
kesempatan berbuat baik yang bisa kita lakukan; berdana,
melatih sila, mengembangkan Samadhi.
Jangan Menunda Berbuat
Bajik
Kadang kita malas
berbuat baik, selalu menunda dan menunda lagi.Kita
harus ingat kesempatan tidak datang dua kali, maka setiap kali ada kesempatan berbuat baik,manfaatkanlah
dengan sebaikbaiknya. Ingat pula kalimat yang terdapat pada Bhaddekaratta
Sutta, Majjhima Nikāya: Ajjeva kiccamātappaṁ, ko jaññā maraṇaṁ suve’ti.“Berusahalah
hari ini juga! Siapa tahu kematian ada di esok
hari”
Kesimpulan
Kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan, kematian adalah sesuatu yang sifatnya alami, tidak perlu
ditakuti.Menyadari bahwa kita bakal mati,
yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki diri. Memperbaiki, mengendalikan pikiran, ucapan dan perbuatan kita,
karena pikiran, ucapan, dan perbuatan
yang baik akan menjadi “juru selamat
sejati” pada saat kita mati
nanti.
“Diri sendiri
sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri, karena
siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya?Setelah
dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, ia
akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar dicari”.
(Dhammapada 160)
Sumber :
- Petikan Aïguttara Nikāya, Vihāra Bodhivaṁsa –Klaten
- Dhammapada, Yayasan Dhammadipa Arama
- Paritta Suci, Yayasan Saïgha
Theravada Indonesia.
Oleh: Bhikkhu Dhammiko
(Minggu, 14 April 2013)
Senin, 20 Mei 2013
Merenungkan kematian
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar