Oleh Fabian Chandra
Mereka yang telah mencoba
bermeditasi terhadap "rasa sakit" yang merupakan bagian dari
vedananupassana, mengerti bahwa ini merupakan realita, dan salah satu objek
dalam Vipassana....
Sebenarnya dalam Sallatha Sutta ini
sudah jelas merupakan keterangan Sang Buddha terhadap praktik yang sesungguhnya
meditasi terhadap rasa sakit....
Namun bagi mereka yang belum pernah mengalami akan sulit diterangkan, karena
berada di luar jangkauan pengetahuan mereka....
(Saḷāyatanavagga)
Vedanāsaṃyutta )
Anak Panah
“Para bhikkhu, kaum duniawi yang tidak terlatih merasakan perasaan yang
menyenangkan, perasaan yang menyakitkan, dan perasaan yang bukan-menyakitkan
juga bukan-menyenangkan. Siswa mulia yang terlatih juga merasakan perasaan yang
menyenangkan, perasaan yang menyakitkan, dan perasaan yang bukan-menyakitkan
juga bukan-menyenangkan.>>>
---
Ini adalah penjelasan awal yang menerangkan bahwa ada tiga macam perasaan,
yaitu perasaan menyenangkan, perasaan tidak menyenangkan dan perasaan
netral.....
---
"Oleh karena itu, apakah perbedaan, ketidaksamaan, yang membedakan
antara kaum duniawi yang tidak terlatih dengan siswa mulia yang terlatih?”
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang
Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Sudilah Sang Bhagavā
menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarkan
dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”
“Maka dengarkan dan perhatikanlah, para bhikkhu, Aku akan menjelaskan.”
“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai
berikut:
“Para bhikkhu, ketika kaum duniawi yang tidak terlatih tersentuh oleh
perasaan jasmani yang menyakitkan, ia bersedih, berduka, dan meratap; ia
menangis dan memukul dadanya dan menjadi kebingungan. Ia merasakan dua perasaan
– perasaan jasmani dan perasaan batin.
Misalkan mereka menembaknya dengan sebatang anak panah, dan kemudian mereka
menembaknya lagi dengan anak panah ke dua, sehingga orang itu akan merasakan
perasaan yang ditimbulkan oleh dua anak panah itu.
Demikian pula, ketika kaum duniawi yang tidak terlatih tersentuh oleh
perasaan jasmani yang menyakitkan … perasaan jasmani dan perasaan batin.>>>
---
Disini Sang Buddha menerangkan bahwa meditator yang belum terlatih ketika
menghadapi perasaan yang menyakitkan batinnya terbawa, ia merasakan sakit yang
luar biasa, hal ini disebabkan batin yang bereaksi terhadap perasaan sakit yang
muncul tersebut, sehingga sakitnya terasa lebih hebat lagi....
Para meditator Vipassana yang telah terlatih juga mengalami perasaan sakit
jasmani, tapi batin tidak ikut merasa sakit....
----
Ketika tersentuh oleh perasaan menyakitkan yang sama itu, ia memendam
keengganan terhadapnya. Ketika ia memendam keengganan terhadap perasaan
menyakitkan, kecenderungan tersembunyi keengganan bersembunyi di balik ini.
Karena tersentuh oleh perasaan menyakitkan, ia mencari kesenangan di dalam
kenikmatan indria. Karena alasan apakah? Karena kaum duniawi yang tidak
terlatih tidak mengetahui jalan membebaskan diri dari perasaan menyakitkan
selain kenikmatan indria. Ketika ia mencari kesenangan di dalam kenikmatan
indria, kecenderungan tersembunyi nafsu terhadap perasaan menyenangkan
bersembunyi di balik ini.>>>
----
Dalam praktik Vipassana yang sesungguhnya kesenangan indera ini bukanlah
hanya sekedar keinginan indera yang kita kenal secara umum....
Pada praktik meditasi Vipassana yang sesungguhnya seorang meditator
seringkali harus menghadapi rasa tidak menyenangkan yang timbul, umpamanya rasa
kesemutan, baal (mati rasa) dan bahkan rasa itu berubah menjadi rasa sakit yang
tak tertahankan.
Merupakan kecenderungan manusia pada umumnya yang menginginkan kenyamanan,
terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan, inilah yang dimaksud dengan
keengganan terhadap rasa sakit.
Umat awam berusaha terbebas dari rasa sakit dengan berusaha mencari
kesenangan atau kenyamanan indera...
Kenikmatan indera yang diharapkan pada praktik meditasi dapat berupa
terbebas dari kesakitan jasmani yang bisa berupa keinginan menyudahi latihan,
keinginan menyudahi sesi duduknya atau keinginan terhadap kesenangan indera
yang lebih halus/lebih kecil umpamanya berupa keinginan "menggeser
sedikit" posisinya agar mendapatkan keadaan yang sedikit lebih nyaman....
Inilah yang sering tidak diketahui oleh meditator, bahwa keinginan indera
belum tentu merupakan keinginan makan enak dsbnya, keinginan indera kadang
hanya merupakan keinginan yang mendambakan kenyamanan yang halus.... Yang
tersembunyi karena halus....
----
Ia tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan,
bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan tiga perasaan ini. Ketika
ia tidak memahami hal-hal ini, kecenderungan tersembunyi kebodohan sehubungan
dengan perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan bersembunyi di balik
ini.
“Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya dengan
melekat. Jika ia merasakan perasaan yang menyakitkan, ia merasakannya dengan
melekat, Jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan juga
bukan-menyenangkan, ia merasakannya dengan melekat. Ini, para bhikkhu, disebut
kaum duniawi yang tidak terlatih yang melekat pada kelahiran, penuaan, dan
kematian; yang melekat pada kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan
keputusasaan; yang melekat pada penderitaan,>>>
----
Di sini seorang meditator yang menghadapi rasa sakit seringkali enggan
berhadapan dengan rasa sakit tersebut, disebabkan mereka tidak mengetahui cara
yang benar menghadapi rasa sakit tersebut.
Rasa sakit memang tidak nyaman, tidak menyenangkan, tapi rasa sakit sebenarnya
hanyalah fenomena yang timbul lenyap sepanjang waktu. Kecenderungan batin semua
mahluk adalah untuk mengambil sebanyak-banyaknya hal-hal yang menyenangkan dan
menolak semua hal-hal yang menyakitkan.
Cara yang baik dalam menghadapi rasa sakit adalah memperhatikan dengan penuh
perhatian, janganlah menganggap bahwa rasa sakit tersebut merupakan bagian dari
tubuh kita, tapi perhatikanlah proses rasa sakit itu sendiri yang terlepas dari
segala hal (hanya proses rasa sakit yang sedang berlangsung yang harus
diperhatikan).
Dengan demikian kita telah berlatih melihat rasa sakit dengan prinsip
"melihat segala sesuatu apa adanya (yatha butha nanadassana)"
Demikian juga dalam menghadapi rasa sakit kita juga cenderung menolak
"rasa sakit" tersebut.
Padahal rasa sakit merupakan "tools yang baik" yang dapat membantu
meningkatkan konsentrasi kita.
Dalam menghadapi rasa sakit yang benar kita jangan menolak, karena penolakan
terhadap rasa sakit merupakan bentuk kemelekatan juga. Penolakan terhadap rasa
sakit akan membuat rasa sakit akan semakin kuat.
Kita jarang menyadari bahwa batin kita cenderung melekat bukan hanya kepada
hal-hal yang menyenangkan, tapi juga kepada hal-hal yang tak menyenangkan.
Sebagai contoh, bagi "seorang pendendam" sulit sekali melepaskan
kemelekatan batin mereka terhadap rasa benci kepada seseorang.
Demikian juga umpamanya sakit gigi, dapatkah anda melepaskan kemelekatan
batin anda untuk tak merespon rasa sakit tersebut....? Tak bisa bukan...? Ini
disebabkan batin anda melekat terhadap rasa sakit tersebut....
Jadi sebenarnya inilah yang dimaksud bahwa kemelekatan terhadap hal-hal yang
menyenangkan atau hal-hal yang tak menyenangkan yang akan membawa kita pada
kelahiran kembali, penuaan dll...
---
Aku katakan.
“Para bhikkhu, ketika siswa mulia yang terlatih tersentuh oleh perasaan yang
menyakitkan, ia tidak bersedih, berduka, atau meratap; ia tidak menangis dan
memukul dadanya dan menjadi kebingungan.
Ia merasakan satu perasaan – perasaan jasmani, bukan perasaan batin.
Misalkan mereka menembaknya dengan sebatang anak panah, tetapi mereka tidak
menembaknya lagi dengan anak panah kedua, sehingga orang itu akan merasakan
perasaan yang ditimbulkan oleh hanya satu anak panah. Demikian pula, ketika
siswa mulia yang terlatih tersentuh oleh perasaan jasmani yang menyakitkan … ia
hanya merasakan satu perasaan – perasaan jasmani, bukan perasaan batin.>>>
----
Paragraf ini menjelaskan bahwa bagi seorang meditator yang telah terlatih,
mereka "mampu" mengalami rasa sakit tanpa batinnya terseret oleh rasa
sakit tersebut.
Bagaimana bisa terjadi demikian...?
Pada meditator yang telah berlatih dengan tekun maka lama kelamaan ia akan
mampu melihat suatu proses tanpa mengaitkan proses tersebut terhadap persepsi
apapun.
Umpamanya ia melihat rasa sakit di kaki, walaupun rasa sakit yang terjadi di
kaki, tapi yang ia lihat hanya proses fenomena jasmani tersebut (hanya proses
sensasi yang timbul tenggelam) yang tidak lagi terkait dengan kaki....
Demikian juga ia melihat rasa sakit tersebut tanpa terkait dengan perasaan
suka-tidak suka....
Lama-lama ia mampu melihat perasaan sakit yang timbul dengan netral, inilah
yang dikatakan bahwa akhirnya ia mampu juga melihat semua proses yang
terjadi pada batin-jasmaninya dengan seimbang.....
Dan dikatakan bahwa ia telah mengatasi rasa sakit.....
---
“Ketika tersentuh oleh perasaan menyakitkan yang sama itu, ia tidak memendam
keengganan terhadapnya. Karena ia tidak memendam keengganan terhadap perasaan
menyakitkan, kecenderungan tersembunyi keengganan tidak bersembunyi di balik
ini.
Karena tersentuh oleh perasaan menyakitkan, ia tidak mencari kesenangan di
dalam kenikmatan indria. Karena alasan apakah? Karena siswa mulia yang terlatih
mengetahui jalan membebaskan diri dari perasaan menyakitkan selain kenikmatan
indria.>>>
----
Seorang meditator yang telah terlatih, mampu "melihat rasa sakit, tanpa
merasa sakit".
Tentu saja kemampuan ini tak dapat muncul begitu saja, kemampuan ini
memerlukan latihan yang tekun, dengan sabar mengamati penolakan-penolakan
batin, sementara tetap memperhatikan proses (hanya proses) timbul-lenyapnya
rasa sakit tersebut.
Hingga akhirnya perasaan sakit itu tak lagi mempengaruhi batin meditator.
Dengan cara ini akhirnya meditator Vipassana melenyapkan kemelekatan
terhadap batin-jasmani....
---
Karena ia tidak mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria, kecenderungan
tersembunyi nafsu terhadap perasaan menyenangkan tidak bersembunyi di balik
ini. Ia memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya,
dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan tiga perasaan ini. Karena ia
memahami hal-hal ini, kecenderungan tersembunyi kebodohan sehubungan dengan
perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan tidak bersembunyi di balik
ini.>>>
---
Bagian ini saya kira sudah jelas, bahwa karena ia hanya melihat rasa sakit
adalah suatu proses yang berdiri sendiri, suatu fenomena yang berdiri sendiri,
maka kemelekatan batin terhadap rasa sakit menjadi terputus, dengan terputusnya
kemelekatan batin terhadap rasa sakit, maka meditator melihat dengan
"tidak timbul" perasaan suka-tidak suka. Keadaan inilah yang disebut
ia "melihat hanya melihat".
---
“Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya dengan tidak
melekat. Jika ia merasakan perasaan yang menyakitkan, ia merasakannya dengan
tidak melekat. Jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan juga
bukan-menyenangkan, ia merasakannya dengan tidak melekat. Ini, para bhikkhu,
disebut siswa mulia yang terlatih yang tidak melekat pada kelahiran, penuaan,
dan kematian; yang tidak melekat pada kesedihan, ratapan, kesakitan,
ketidaksenangan, dan keputusasaan; yang tidak melekat pada penderitaan, Aku
katakan.>>>
---
Inilah yang dikatakan Sang Buddha secara implisit merupakan salah satu
faktor yang dapat membawa pada penghentian kemelekatan terhadap kelahiran,
penuaan dan kematian (Nibbana).
Inilah Sutta yang menjelaskan mengapa seorang Samanera Arahat yang berumur 7
(tujuh) tahun (kisahnya ada dalam Dhammapad Atthakatha) Tidak menangis atau
bersedih, atau meratap dan mengerjakan pekerjaannya seperti biasa, padahal bola
matanya ketika itu lepas dari rongga matanya karena tertusuk kipas dan darah
bercucuran keluar dari rongga matanya.
---
Ini, para bhikkhu, adalah perbedaan, ketidaksamaan, yang membedakan antara
kaum duniawi yang tidak terlatih dengan siswa mulia yang terlatih.”
Yang bijaksana, terpelajar, tidak merasakan perasaan [batin] yang
menyenangkan dan menyakitkan.
Ini dalah perbedaan besar antara Yang bijaksana dan kaum duniawi.>>>
---
Yang bijaksana dan terpelajar disini dimaksudkan adalah mereka yang berlatih
Vipassana.
Kemampuan melihat rasa sakit tanpa merasa sakit ini muncul ketika meditator
telah mencapai tingkat pengetahuan/konsentrasi setingkat Sankharupekkha nana.
---
Karena yang terpelajar yang telah memahami Dhamma, Yang melihat dengan jelas
dunia ini dan dunia berikutnya,
Hal-hal yang tidak disukai tidak memancing pikirannya, Terhadap yang tidak
disukai, ia tidak memendam keengganan.>>>
---
Bagian ini menjelaskan bahwa bagi seorang meditator yang telah mencapai
tingkatan ini ia memiliki sikap batin upekkha yang seimbang terhadap hal-hal
yang menyenangkan atau tak menyenangkan.
Dengan kata sakit jasmani dapat timbul, tapi batin tidak merespon rasa sakit
tersebut..... Oleh karena itu melihat sakit jasmani yang timbul tanpa merasa
sakit....
---
Baginya ketertarikan dan kejijikan tidak ada lagi; Keduanya telah
dipadamkan, diakhiri.
Setelah mengetahui kondisi yang bebas-dari-debu, tanpa kesedihan,
Yang melampaui kehidupan memahami dengan benar.>>>
---
Akhir dari Sutta ini menjelaskan mereka yang telah sepenuhnya terlepas dari
perasaan senang tidak senang, batin yang sama-sekali tidak lagi merespon
fenomena apapun yang muncul dengan perasaan suka-tak suka / senang tak senang,
batin seorang Arahat yang telah terbebas.
Semoga penjelasan ini dapat membantu pengertian teman-teman terhadap cara
mengatasi rasa sakit dalam Vipassana....
***
Terima kasih banyak buat inputnya. Tadi baru kelar meditasi berjalan dan lanjut meditasi berdiri.. sakit luar biasa di 1 titik belum kelar2, makin lama makin panas.. dan sakit nya haduh.. akhir nya saya lepas dulu deh cicil nanti pagi... Btw terima kasih banyak buat input nya itu. Dan saya lebih bahagia juga setelah mempraktekkan Vipassanā ini. Semoga saya bisa mengikis habis semua kilesa ini. Sekali lagi terima kasih! Anumodana!
BalasHapus