Kamis, 30 Mei 2013

Tentang rasa sakit dalam meditasi

Oleh Fabian Chandra

Mereka yang telah mencoba bermeditasi terhadap "rasa sakit" yang merupakan bagian dari vedananupassana, mengerti bahwa ini merupakan realita, dan salah satu objek dalam Vipassana....

Sebenarnya dalam Sallatha Sutta ini sudah jelas merupakan keterangan Sang Buddha terhadap praktik yang sesungguhnya meditasi terhadap rasa sakit....
Namun bagi mereka yang belum pernah mengalami akan sulit diterangkan, karena berada di luar jangkauan pengetahuan mereka....

(Saḷāyatanavagga) Vedanāsaṃyutta )
Anak Panah

Para bhikkhu, kaum duniawi yang tidak terlatih merasakan perasaan yang menyenangkan, perasaan yang menyakitkan, dan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan. Siswa mulia yang terlatih juga merasakan perasaan yang menyenangkan, perasaan yang menyakitkan, dan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan.>>>
---
Ini adalah penjelasan awal yang menerangkan bahwa ada tiga macam perasaan, yaitu perasaan menyenangkan, perasaan tidak menyenangkan dan perasaan netral.....
---

"Oleh karena itu, apakah perbedaan, ketidaksamaan, yang membedakan antara kaum duniawi yang tidak terlatih dengan siswa mulia yang terlatih?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Sudilah Sang Bhagavā menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarkan

dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”
“Maka dengarkan dan perhatikanlah, para bhikkhu, Aku akan menjelaskan.”
“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Para bhikkhu, ketika kaum duniawi yang tidak terlatih tersentuh oleh perasaan jasmani yang menyakitkan, ia bersedih, berduka, dan meratap; ia menangis dan memukul dadanya dan menjadi kebingungan. Ia merasakan dua perasaan – perasaan jasmani dan perasaan batin.
Misalkan mereka menembaknya dengan sebatang anak panah, dan kemudian mereka menembaknya lagi dengan anak panah ke dua, sehingga orang itu akan merasakan perasaan yang ditimbulkan oleh dua anak panah itu.
Demikian pula, ketika kaum duniawi yang tidak terlatih tersentuh oleh perasaan jasmani yang menyakitkan … perasaan jasmani dan perasaan batin.>>>
---
Disini Sang Buddha menerangkan bahwa meditator yang belum terlatih ketika menghadapi perasaan yang menyakitkan batinnya terbawa, ia merasakan sakit yang luar biasa, hal ini disebabkan batin yang bereaksi terhadap perasaan sakit yang muncul tersebut, sehingga sakitnya terasa lebih hebat lagi....
Para meditator Vipassana yang telah terlatih juga mengalami perasaan sakit jasmani, tapi batin tidak ikut merasa sakit....
----

Ketika tersentuh oleh perasaan menyakitkan yang sama itu, ia memendam keengganan terhadapnya. Ketika ia memendam keengganan terhadap perasaan menyakitkan, kecenderungan tersembunyi keengganan bersembunyi di balik ini.

Karena tersentuh oleh perasaan menyakitkan, ia mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria. Karena alasan apakah? Karena kaum duniawi yang tidak terlatih tidak mengetahui jalan membebaskan diri dari perasaan menyakitkan selain kenikmatan indria. Ketika ia mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria, kecenderungan tersembunyi nafsu terhadap perasaan menyenangkan bersembunyi di balik ini.>>>
----
Dalam praktik Vipassana yang sesungguhnya kesenangan indera ini bukanlah hanya sekedar keinginan indera yang kita kenal secara umum....
Pada praktik meditasi Vipassana yang sesungguhnya seorang meditator seringkali harus menghadapi rasa tidak menyenangkan yang timbul, umpamanya rasa kesemutan, baal (mati rasa) dan bahkan rasa itu berubah menjadi rasa sakit yang tak tertahankan.
Merupakan kecenderungan manusia pada umumnya yang menginginkan kenyamanan, terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan, inilah yang dimaksud dengan keengganan terhadap rasa sakit.
Umat awam berusaha terbebas dari rasa sakit dengan berusaha mencari kesenangan atau kenyamanan indera...

Kenikmatan indera yang diharapkan pada praktik meditasi dapat  berupa terbebas dari kesakitan jasmani yang bisa berupa keinginan menyudahi latihan, keinginan menyudahi sesi duduknya atau keinginan terhadap kesenangan indera yang lebih halus/lebih kecil umpamanya berupa keinginan "menggeser sedikit" posisinya agar mendapatkan keadaan yang sedikit lebih nyaman....

Inilah yang sering tidak diketahui oleh meditator, bahwa keinginan indera belum tentu merupakan keinginan makan enak dsbnya, keinginan indera kadang hanya merupakan keinginan yang mendambakan kenyamanan yang halus.... Yang tersembunyi karena halus....
----

Ia tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan tiga perasaan ini. Ketika ia tidak memahami hal-hal ini, kecenderungan tersembunyi kebodohan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan bersembunyi di balik ini.

“Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya dengan melekat. Jika ia merasakan perasaan yang menyakitkan, ia merasakannya dengan melekat, Jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, ia merasakannya dengan melekat. Ini, para bhikkhu, disebut kaum duniawi yang tidak terlatih yang melekat pada kelahiran, penuaan, dan kematian; yang melekat pada kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan; yang melekat pada penderitaan,>>>
----
Di sini seorang meditator yang menghadapi rasa sakit seringkali enggan berhadapan dengan rasa sakit tersebut, disebabkan mereka tidak mengetahui cara yang benar menghadapi rasa sakit tersebut.

Rasa sakit memang tidak nyaman, tidak menyenangkan, tapi rasa sakit sebenarnya hanyalah fenomena yang timbul lenyap sepanjang waktu. Kecenderungan batin semua mahluk adalah untuk mengambil sebanyak-banyaknya hal-hal yang menyenangkan dan menolak semua hal-hal yang menyakitkan.

Cara yang baik dalam menghadapi rasa sakit adalah memperhatikan dengan penuh perhatian, janganlah menganggap bahwa rasa sakit tersebut merupakan bagian dari tubuh kita, tapi perhatikanlah proses rasa sakit itu sendiri yang terlepas dari segala hal (hanya proses rasa sakit yang sedang berlangsung yang harus diperhatikan).

Dengan demikian kita telah berlatih melihat rasa sakit dengan prinsip "melihat segala sesuatu apa adanya (yatha butha nanadassana)"

Demikian juga dalam menghadapi rasa sakit kita juga cenderung menolak "rasa sakit" tersebut.
Padahal rasa sakit merupakan "tools yang baik" yang dapat membantu meningkatkan konsentrasi kita.
Dalam menghadapi rasa sakit yang benar kita jangan menolak, karena penolakan terhadap rasa sakit merupakan bentuk kemelekatan juga. Penolakan terhadap rasa sakit akan membuat rasa sakit akan semakin kuat.

Kita jarang menyadari bahwa batin kita cenderung melekat bukan hanya kepada hal-hal yang menyenangkan, tapi juga kepada hal-hal yang tak menyenangkan.
Sebagai contoh, bagi "seorang pendendam" sulit sekali melepaskan kemelekatan batin mereka terhadap rasa benci kepada seseorang.
Demikian juga umpamanya sakit gigi, dapatkah anda melepaskan kemelekatan batin anda untuk tak merespon rasa sakit tersebut....? Tak bisa bukan...? Ini disebabkan batin anda melekat terhadap rasa sakit tersebut....

Jadi sebenarnya inilah yang dimaksud bahwa kemelekatan terhadap hal-hal yang menyenangkan atau hal-hal yang tak menyenangkan yang akan membawa kita pada kelahiran kembali, penuaan dll...
---

Aku katakan.
“Para bhikkhu, ketika siswa mulia yang terlatih tersentuh oleh perasaan yang menyakitkan, ia tidak bersedih, berduka, atau meratap; ia tidak menangis dan memukul dadanya dan menjadi kebingungan.
Ia merasakan satu perasaan – perasaan jasmani, bukan perasaan batin.

Misalkan mereka menembaknya dengan sebatang anak panah, tetapi mereka tidak menembaknya lagi dengan anak panah kedua, sehingga orang itu akan merasakan perasaan yang ditimbulkan oleh hanya satu anak panah. Demikian pula, ketika siswa mulia yang terlatih tersentuh oleh perasaan jasmani yang menyakitkan … ia hanya merasakan satu perasaan – perasaan jasmani, bukan perasaan batin.>>>
----
Paragraf ini menjelaskan bahwa bagi seorang meditator yang telah terlatih, mereka "mampu" mengalami rasa sakit tanpa batinnya terseret oleh rasa sakit tersebut.
Bagaimana bisa terjadi demikian...?
Pada meditator yang telah berlatih dengan tekun maka lama kelamaan ia akan mampu melihat suatu proses tanpa mengaitkan proses tersebut terhadap persepsi apapun.

Umpamanya ia melihat rasa sakit di kaki, walaupun rasa sakit yang terjadi di kaki, tapi yang ia lihat hanya proses fenomena jasmani tersebut (hanya proses sensasi yang timbul tenggelam) yang tidak lagi terkait dengan kaki....

Demikian juga ia melihat rasa sakit tersebut tanpa terkait dengan perasaan suka-tidak suka....
Lama-lama ia mampu melihat perasaan sakit yang timbul dengan netral, inilah yang dikatakan bahwa  akhirnya ia mampu juga melihat semua proses yang terjadi pada batin-jasmaninya dengan seimbang.....
Dan dikatakan bahwa ia telah mengatasi rasa sakit.....
---

Ketika tersentuh oleh perasaan menyakitkan yang sama itu, ia tidak memendam keengganan terhadapnya. Karena ia tidak memendam keengganan terhadap perasaan menyakitkan, kecenderungan tersembunyi keengganan tidak bersembunyi di balik ini.

Karena tersentuh oleh perasaan menyakitkan, ia tidak mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria. Karena alasan apakah? Karena siswa mulia yang terlatih mengetahui jalan membebaskan diri dari perasaan menyakitkan selain kenikmatan indria.>>>
----
Seorang meditator yang telah terlatih, mampu "melihat rasa sakit, tanpa merasa sakit".
Tentu saja kemampuan ini tak dapat muncul begitu saja, kemampuan ini memerlukan latihan yang tekun, dengan sabar mengamati penolakan-penolakan batin, sementara tetap memperhatikan proses (hanya proses) timbul-lenyapnya rasa sakit tersebut.

Hingga akhirnya perasaan sakit itu tak lagi mempengaruhi batin meditator.
Dengan cara ini akhirnya meditator Vipassana melenyapkan kemelekatan terhadap batin-jasmani....
---

Karena ia tidak mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria, kecenderungan tersembunyi nafsu terhadap perasaan menyenangkan tidak bersembunyi di balik ini. Ia memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan tiga perasaan ini. Karena ia memahami hal-hal ini, kecenderungan tersembunyi kebodohan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan tidak bersembunyi di balik ini.>>>
---
Bagian ini saya kira sudah jelas, bahwa karena ia hanya melihat rasa sakit adalah suatu proses yang berdiri sendiri, suatu fenomena yang berdiri sendiri, maka kemelekatan batin terhadap rasa sakit menjadi terputus, dengan terputusnya kemelekatan batin terhadap rasa sakit, maka meditator melihat dengan "tidak timbul" perasaan suka-tidak suka. Keadaan inilah yang disebut ia "melihat hanya melihat".
---

Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya dengan tidak melekat. Jika ia merasakan perasaan yang menyakitkan, ia merasakannya dengan tidak melekat. Jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, ia merasakannya dengan tidak melekat. Ini, para bhikkhu, disebut siswa mulia yang terlatih yang tidak melekat pada kelahiran, penuaan, dan kematian; yang tidak melekat pada kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan; yang tidak melekat pada penderitaan, Aku katakan.>>>
---
Inilah yang dikatakan Sang Buddha secara implisit merupakan salah satu faktor yang dapat membawa pada penghentian kemelekatan terhadap kelahiran, penuaan dan kematian (Nibbana).

Inilah Sutta yang menjelaskan mengapa seorang Samanera Arahat yang berumur 7 (tujuh) tahun (kisahnya ada dalam Dhammapad Atthakatha) Tidak menangis atau bersedih, atau meratap dan mengerjakan pekerjaannya seperti biasa, padahal bola matanya ketika itu lepas dari rongga matanya karena tertusuk kipas dan darah bercucuran keluar dari rongga matanya.
---

Ini, para bhikkhu, adalah perbedaan, ketidaksamaan, yang membedakan antara kaum duniawi yang tidak terlatih dengan siswa mulia yang terlatih.”
Yang bijaksana, terpelajar, tidak merasakan perasaan [batin] yang menyenangkan dan menyakitkan.
Ini dalah perbedaan besar antara Yang bijaksana dan kaum duniawi.>>>
---
Yang bijaksana dan terpelajar disini dimaksudkan adalah mereka yang berlatih Vipassana.
Kemampuan melihat rasa sakit tanpa merasa sakit ini muncul ketika meditator telah mencapai tingkat pengetahuan/konsentrasi setingkat Sankharupekkha nana.
---

Karena yang terpelajar yang telah memahami Dhamma, Yang melihat dengan jelas dunia ini dan dunia berikutnya,
Hal-hal yang tidak disukai tidak memancing pikirannya, Terhadap yang tidak disukai, ia tidak memendam keengganan.>>>
---
Bagian ini menjelaskan bahwa bagi seorang meditator yang telah mencapai tingkatan ini ia memiliki sikap batin upekkha yang seimbang terhadap hal-hal yang menyenangkan atau tak menyenangkan.

Dengan kata sakit jasmani dapat timbul, tapi batin tidak merespon rasa sakit tersebut..... Oleh karena itu melihat sakit jasmani yang timbul tanpa merasa sakit....
---

Baginya ketertarikan dan kejijikan tidak ada lagi; Keduanya telah dipadamkan, diakhiri.
Setelah mengetahui kondisi yang bebas-dari-debu, tanpa kesedihan,
Yang melampaui kehidupan memahami dengan benar.>>>
---

Akhir dari Sutta ini menjelaskan mereka yang telah sepenuhnya terlepas dari perasaan senang tidak senang, batin yang sama-sekali tidak lagi merespon fenomena apapun yang muncul dengan perasaan suka-tak suka / senang tak senang, batin seorang Arahat yang telah terbebas.

Semoga penjelasan ini dapat membantu pengertian teman-teman terhadap cara mengatasi rasa sakit dalam Vipassana....

***

1 komentar:

  1. Terima kasih banyak buat inputnya. Tadi baru kelar meditasi berjalan dan lanjut meditasi berdiri.. sakit luar biasa di 1 titik belum kelar2, makin lama makin panas.. dan sakit nya haduh.. akhir nya saya lepas dulu deh cicil nanti pagi... Btw terima kasih banyak buat input nya itu. Dan saya lebih bahagia juga setelah mempraktekkan Vipassanā ini. Semoga saya bisa mengikis habis semua kilesa ini. Sekali lagi terima kasih! Anumodana!

    BalasHapus

About

Pengikut