Posted by ratanakumaro pada April 19, 2009
“ Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa”
( tikkhattum ; 3X )
Nammatthu Buddhassa,
Salam Damai dan Cinta Kasih … ,
Sang Buddha pernah bersabda, bahwa era
Ajaran Beliau ( Buddha-Dhamma ) hanya akan bertahan selama lima-ribu ( 5.000 )
tahun, yang bila dihitung sejak era Buddhis pertama kali, yakni kurang lebih
500 tahun SM, maka sekarang Dhamma telah menempuh perjalanan selama kurang
lebih 2.500 tahun, dan itu berarti Dhamma hanya akan bertahan 2.500 tahun lagi.
Berakhirnya era Dhamma Sang Buddha
Gotama adalah wajar. Sama seperti Buddha-Buddha yang terdahulu, Sang Buddha
Gotama juga menjalani siklus yang serupa, yaitu : dimulai dari berjuang
menyempurnakan Parami selama empat (4) Asankkheyya-Kappa dan Seratus-ribu (
100.000 ) Kappa, kemudian dilahirkan kembali sebagai manusia untuk terakhir
kalinya, kemudian mencapai Pencerahan-Sempurna, setelah itu lalu memutar-roda
Dhamma, membabarkan Dhamma nan mulia kepada makhluk-dunia, akhirnya
Parinibbana. Setelah Sang Buddha Parinibbana, maka Dhamma adalah Guru bagi para
siswanya untuk dipraktikkan. Seiring waktu berjalan, maka akan terjadilah
kemerosotan kwalitas dan kwantitas praktik Dhamma yang semakin lama semakin
parah dan suatu saat nanti, Dhamma akan dilupakan sama sekali. Dan kelak,
sebelum bumi ini mengalami kehancuran kembali, akan muncul Buddha yang terakhir
pada masa Maha-Badda-Kappa ini, ialah Buddha-Metteya.
PROSES HANCURNYA BUDDHA-DHAMMA
Sejak masa menjelang akhir era Dhamma
Sang Buddha Gotama, dan sampai masa setelah berakhirnya era Sang Buddha Gotama,
usia manusia akan semakin pendek yang beriringan dengan kwalitas hidup yang
juga semakin menurun, kehidupan manusia dan bermasyarakat semakin kacau, dan
merosotnya moralitas menuju ambang batas terendah.
Meskipun demikian, pada masa itu, tetap
ada beberapa kelompok manusia yang memilih untuk menyingkir dari kebodohan
massal tersebut. Mereka memilih untuk tetap menjaga praktik moralitas dan
kebajikan.
Kemudian, dari generasi ke generasi,
keturunan manusia akan mulai bertambah usianya seiring dengan kesinambungan
praktik moralitas dan kebajikan. Sebagai akibat praktik-praktik moralitas dan
kebajikan itulah, usia manusia naik kembali, dari yang semula rata-rata hanya
sepuluh (10) tahun , meningkat, terus meningkat, hingga mencapai batas
delapan-puluh-ribu ( 80.000 ) tahun. Pada masa usia manusia rata-rata delapan
puluh ribu ( 80.000 ) tahun ini, terdapatlah kemakmuran dan kesejahteraan bagi
manusia.
Setelah itu, kehidupan manusia akan
mengalami “fase-turun” ( utkarsa ). Dan pada fase turun inilah, kelak akan
muncul Samma-Sambuddha yang berikutnya, yaitu Buddha-Metteya ( Sanskrit :
Maitreya ), yang akan mengajarkan kembali Dhamma yang persis sama dengan yang
diajarkan para Buddha sebelumnya, membimbing para Dewa dan manusia supaya
mereka bisa merealisasikan akhir dari dukkha : NIBBANA.
[ Buddha hanya akan muncul pada fase
turun, tapi tidak muncul saat jangka kehidupan manusia telah jatuh dibawah
titik jangka kehidupan kritis, saat sikap dan mental manusia sangat inferior sehingga tidak bisa menerima ajaran Buddha. Jangka kehidupan
kritis ditafsirkan beraneka ragam, ada yang menafsirkannya sebagai seratus (
100 ) tahun, delapan-puluh ( 80 ) tahun, bahkan tiga-puluh ( 30 ) tahun. Zaman
dibawah jangka kehidupan kritis disebut zaman kegelapan, yang dalam agama lain
disebut “Akhir-Zaman”. ]
Dalam Maha-badda-kappa ini, muncul
lima Samma-Sambuddha. Sebelumnya, telah muncul tiga Samma-Sambuddha sebelum Sang
Buddha Gotama, dan berarti total empat (4) Samma Sambuddha dengan Sang Buddha
Gotama. Tiga (3) Buddha sebelum Buddha Gotama tersebut adalah :
1. Buddha Kakusandha,
2. Buddha Konagamana,
3. Buddha Kassapa.
Setelah Buddha Gotama, kelak ( sesuai
proses yang diterangkan diatas ), maka akan muncullah Samma-Sambuddha
berikutnya ( Buddha yang kelima dalam Maha-Badda-Kappa ini ) , ialah Buddha
Metteya. Buddha Metteya akan menjadi Buddha yang terakhir dalam siklus
kehidupan kita yang sekarang ini, sebelum bumi ini kembali hancur-terurai,
mengalami apa yang disebut sebagai “kiamat”.
Pada zaman-zaman Buddha yang lampau ,
sebelum Buddha Gotama, seringkali terjadi masa kosong yang amat sangat lama
sekali dimana dunia ini kosong dari Ajaran-Buddha yang berlangsung antara masa
setelah berakhirnya era Buddha terdahulu dengan masa munculnya Buddha yang
selanjutnya. Masa kosong itu tak terhitung lamanya. Dalam masa kegelapan itu
peradaban manusia telah muncul dan musnah silih berganti.
PROSES MEMUDAR DAN LENYAPNYA DHAMMA SANG BUDDHA
GOTAMA
Pada suatu hari ketika Sang Buddha
Gotama sedang berdiam di hutan Banyan di Kapilavatthu, Y.A. Sariputta mendekati
Beliau dan bertanya tentang Buddha yang berikutnya setelah Sang Buddha Gotama.
Kemudian Sang Buddha bersabda, :
“ … Masa dunia kita ini adalah masa yang
istimewa. Telah muncul tiga pemimpin dunia, yaitu : Buddha Kakusandha, Buddha
Konagamana, dan Buddha Kassapa. Aku sekarang adalah Samma-Sambuddha. Dan akan
muncul juga Buddha Metteya sebelum masa dunia ini berakhir. Samma-Sambuddha ini
namanya Metteya, Pemimpin Dunia.”
Sang Buddha kemudian meneruskan
penjelasan tentang bagaimana proses terjadinya kemunduran Buddha-Dhamma hingga
kelak kemunculan Buddha-Metteya, yang ditandai dengan adanya lima-kelenyapan :
“ Setelah Aku Parinibbana, akan ada
terlebih dahulu lima (5) Kelenyapan. Apakah yang lima (5) itu ? Lenyapnya
pencapaian tingkat kesucian ( Sottapana, Sakadagami, Anagami, dan , Arahat ),
lenyapnya pelaksanaan benar, lenyapnya Ajaran (Dhamma), lenyapnya simbol/bentuk
luar, lenyapnya Relik. Inilah lima kelenyapan yang akan terjadi.
i). LENYAPNYA PENCAPAIAN TINGKAT KESUCIAN
Disini, lenyapnya pencapaian
[tingkat-kesucian] berarti bahwa hanya selama seribu ( 1.000 ) tahun setelah
Aku Parinibbana, para Bhikkhu masih dapat mencapai Pengetahuan-Analitis (
Patisambhida ) atau tingkat Arahat. Sejalan dengan waktu, para siswa-Ku adalah
[hanya] Anagami , Sakadagami, dan Sotapanna. Tingkat pencapaian ini tidak akan
lenyap sampai Sotapanna terakhir meninggal. Setelah itu, pencapaian tingkat
kesucian pun turut lenyap.
Inilah , Sariputta, lenyapnya tingkat
kesucian.”
ii). LENYAPNYA PELAKSANAAN-BENAR
“Lenyapnya pelaksanaan-benar, berarti
bahwa : tidak [ ada yang ] mencapai Jhana, pandangan terang, Jalan dan Buah (
Magga dan Phala ), mereka hanay akan menjaga empat (4) kemurnian perilaku (
catuparisuddhi-Sila ), yaitu : Patimokkha-samvara-Sila ( Sila-Kebhikkhuan ),
Indriya-Samvara-Sila ( yang berhubungan dengan pengendalian indriya ),
ajiva-parisudhi-Sila ( kemurnian-penghidupan ), paccaya-sannissita-Sila ( yang
berhubungan dengan empat-kebutuhan-pokok ).
Seiring berjalannya waktu, mereka hanya
akan menjaga empat pelanggaran-berat ( parajika ) : menahan diri dari hubungan
seksual, mencuri, membunuh, menyatakan diri telah mencapai tingkat kesucian.
Selama masih ada ratusan, atau, ribuan
Bhikkhu yang menjaga dan mengingat empat pelanggaran berat , maka pelaksanaan
benar belum lenyap. Dengan terjadinya pelanggaran berat oleh Bhikkhu terakhir
atau dengan meninggalnya Bhikkhu tersebut, maka pelaksanaan benar juga turut
lenyap.
Inilah Sariputta,lenyapnya
pelaksanaan-Benar.”
iii). LENYAPNYA AJARAN-BENAR
“ Lenyapnya Ajaran-Benar berarti bahwa
selama teks Ti-Pitaka : Vinaya, Sutta , dan Abhidhamma yang merangkum kata-kata
Sang Buddha masih tersedia, maka Ajaran belum lenyap. Seiring dengan waktu akan
muncul raja-raja / pemimpin-pemimpin negara yang bukan pelaksana Dhamma,
pejabat-pejabat di pemerintahan juga bukan manusia [ pengikut ] Dhamma, dan
akibatnya warga negaranya juga mengikuti [ tidak menjadi penganut Dhamma ].
Karena itulah [ akibat dari tidak
diikutinya lagi Jalan-Dhamma ] , HUJAN TIDAK TURUN SEBAGAIMANA MESTINYA, akan
ada GAGAL PANEN, KELANGKAAN BAHAN MAKANAN, dan akibatnya masyarakat tidak mampu
lagi menyediakan kebutuhan pokok untuk para Bhikkhu. Akhirnya para Bhikkhu
tidak lagi menerima anggota baru, tidak ada lagi orang masuk Sangha. Ajaran
secara perlahan lenyap.
Dalam prosesnya, Abhidhamma dahulu yang
pertama lenyap, dimulai dengan lenyapnya Patthana, Yamaka, Kattha-vatthu,
Puggala-pannati, Dhatu-Kattha, dan seterusnya.
Setelah Abhidhamma lenyap, maka
Sutta-Pitaka juga turut lenyap. Pertama, Anguttara Nikaya lenyap, kemudian
Samyutta-Nikaya, Majjhima Nikaya, Digha Nikaya, dan seterusnya. Hanya tinggal
kisah Jataka dan Vinaya Pitaka yang akan diingat. Hanya Bhikkhu yang teliti
yang akan mengingat Vinaya-Pitaka. Kemudian Jataka juga akan lenyap, pertama
Vessantara-Jataka, kemudian Apannaka-Jataka, demikian seterusnya sampai seluruh
Jataka terlupakan. Kemudian hanya Vinaya-Pitaka yang akan diingat. Seiring
berjalannya waktu, Vinaya Pitaka juga akhirnya lenyap.
Selama “empat-bait-syair-Dhamma” masih
ada di antara manusia, maka Ajaran belum lenyap. [ Keempat bait syair yang
dimaksud adalah : “ Tidak
Berbuat Jahat, Perbanyak kebajikan, Sucikan hati dan pikiran, Inilah Ajaran
Para Buddha” ]
Ketika Raja yang memiliki keyakinan
dalam Dhamma menawarkan satu kantong emas yang diletakkan di punggung gajah,
dan menabuh genderang ke seluruh kota sampai dua atau tiga kali, dengan
mengumumkan, “ Barangsiapa dapat menyebutkankan syair dari Sang Buddha, biarlah
ia mendapat seluruh koin emas ini beserta gajah kerajaan ini”, tetapi ketika
tiada seorangpun yang mengetahui keempat bait syair Dhamma tersebut sampai akhirnya
kantong koin emas itu harus kembali ke dalam istana lagi, maka itulah lenyapnya
Ajaran.”
Inilah Sariputta, lenyapnya Ajaran.”
iv). LENYAPNYA SIMBOL-LUAR
“Seiring berjalannya waktu,
masing-masing dari para Bhikkhu dan ‘angkatan’ terakhir membawa jubahnya,
mangkuknya, dan tusuk gigi, mengambil buah labu botol dan menjadikannya mangkuk
untuk meminta makanan, akan berjalan kesana-kemari dengan labu tersebut di
tangannya atau digantung dengan tali. Seiring dengan waktu, mereka berpikir , “
Apa gunanya jubah kuning ini ? “ , dan [lalu] mereka mengguntingnya menjadi
potongan kecil kemudian menempelkannya di hidung, kuping, atau rambut. Mereka
berkelana sambil menunjang anak dan isteri dengan cara bertani, berdagang dan
sejenisnya. Seiring berjalannya waktu, mereka berpikir, “ Apa gunanya ini semua
? “ kemudian setelah membuang potongan jubah kuning, mereka akan mulai berburu
binatang dan burung di hutang. Ketika ini terjadi, maka simbol / bentuk luar
[pun] lenyap.
Inilah Sariputta, yang dimaksud lenyapnya
simbol / bentuk luar.”
v). LENYAPNYA RELIK SANG BUDDHA
“ Kemudian ketika Ajaran Buddha telah
berumur lima-ribu (5.000) tahun, Relik-relik Buddha, yang tidak lagi dihormati
dan dipuja, akan pergi ke tempat-tempat dimana masih ada penghormatan dan
pemujaan. Seiring berjalannya waktu, di semua tempat tidak lagi ditemukan
adanya penghormatan dan pemujaan terhadap Relik [Sang-Buddha]. Pada masa itu,
ketika Ajaran berangsur terlupakan, semua Relik datang dari berbagai tempat,
dari kediaman naga dan alam dewa serta alam Brahma, berkumpul di sekitar pohon
Boddhi di Buddha Gaya di mana Sang Buddha mencapai Pencerahan-Sempurna, dan
melakukan keajaiban seperti “Keajaiban-Kembar”, kemudian akan mengajarkan
Dhamma. Tidak akan ditemukan manusia di tempat itu. Semua dewa dari
sepuluh-ribu ( 10.000 ) sistem dunia berkumpul bersama untuk mendengarkan
Dhamma dan ribuan jumlah dari mereka akan merealisasikan Ajaran. Mereka akan
menangis keras dan berkata, “ Wahai para Dewa, satu minggu dari hari ini
Pemilik sepuluh (10) Kekuatan Tathagata akan memasuki Parinibbana.” Dengan
terisak mereka berkata: “Mulai saat itu, kita semua berada dalam kegelapan.”
Kemudian Relik akan memanas dan terbakar habis tanpa sisa.
Inilah Sariputta, yang dimaksud
lenyapnya Relik. “
Demikianlah proses
memudar dan lenyapnya Dhamma Sang Buddha Gotama, dalam jangka waktu 5.000
tahun, atau kurang dari 2.500 tahun terhitung sejak hari ini, Buddhasasana dari
Sang Buddha Gotama akan berakhir, lenyap sama sekali tanpa sisa.
PENJELASAN MENGENAI KEMEROSOTAN MORAL DAN
MEMENDEKNYA USIA MANUSIA
Hubungan antara kemerosotan moral dan
memendeknya usia manusia, dapat disimak dalam ringkasan khotbah
Cakkavattishanada Sutta :
“ Wahai Raja, rakyatmu yang raja
perintah berdasarkan ide dan caramu sendiri yang berbeda dengan cara-cara yang
mereka ikuti dahulu, tidak sukses seperti apa yang mereka biasa capai di masa
raja-raja terdahulu yang melaksanakan kewajiban maharaja yang suci… .
Karena raja tidak berdana kepada
orang-orang miskin maka kemelaratan bertambah… dengan demikian pencurian main
mewabah… kekerasan meluas dengan cepat, pembunuhan menjadi biasa.
Karena pembunuhan terjadi maka batas
usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan
pada masa itu adalah 80.000 tahun akan tetapi usia kehidupan anak-anak mereka
hanya 40.000 tahun.
Demikianlah karena kemelaratan
meluas…pembunuhan…hingga berdusta menjadi biasa…usia kehidupan mereka hanya
20.000 tahun. Kemudian kemelaratan meluas… berdusta… hingga memfitnah
berkembang… usia kehidupan anak-anak mereka hanya 10.000 tahun. Kemelaratan
meluas…memfitnah… berzinah… kata0kata kasar dan membual… iri hati dan dendam
berkembang… pandangan sesat… berzinah dengan saudara sendiri, keserakahan,
pemuasan nafsu… kurang berbakti kepada orangtua, kurang hormat pada samana, dan
petapa, serta kurang patuh pada pimpinan masyarakat berkembang dan meluas.
Karena hal ini berkembang meluas maka batas usia kehidupan dan kecantikan
berkurang, sehingga batas usia kehidupan pada masa itu adalah 250 tahun akan
tetapi batas usia anak-anak mereka hanya 100 tahun.
… Akan tiba suatu masa ketika keturunan
dari manusia itu akan mempunyai usia kehidupan hanya 10 tahun… umur 5 tahun
bagi wanita merupakan usia perkawinan. Pada masa kehidupan orang-orang ini,
makanan seperti padi , susu, mentega, minyak, tila, gula, garam , akan lenyap.
Bagi mereka biji-bijian kudrusa akan merupakan makanan terbaik… Pada masa
orang-orang itu sepuluh macam cara melakukan perbuatan jahat akan berkembang
cepat.
… Di antara mereka tidak ada lagi rasa
berbakti kepada orangtua, tidak ada lagi rasa menghormat kepada para samana dan
petapa, serta tidak ada lagi kepatuhan kepada pimpinan masyarakat… tidak ada
lagi [pikiran yang membatasi] untuk kawin dengan ibu, bibi… Dunia diisi oleh
cara bersetubuh dengan siapa saja, bagaikan domba, kambing, burung, babi,
anjing, serigala.
… Akan tiba suatu masa, yaitu munculnya
pedang selama seminggu. Selama masa ini mereka akan melihat individu lain
sebagai binatang liar… dengan pedang mereka akan saling bunuh.
Sementara itu ada orang-orang tertentu
berpikir, “Sebaiknya kita jangan membunuh atau kita tidak membiarkan orang lain
membunuh kita. Marilah kita menyembunyikan diri kedalam belukar… Marilah kita
berbuat kebajikan-kebajikan”. Mereka akan berusaha untuk tidak membunuh… Karena
melaksanakan kebajikan ini maka akibatnya batas usia dan kecantikan bertambah.
Bagi mereka yang batas usia kehidupannya hanya 10 tahun, akan tetapi batas usia
anak-anak mereka mencapai 20 tahun.
“…Marilah kita berusaha untuk tidak
mencuri….tidak berzinah…tidak mengucapkan kata-kata kasar…tidak membual…tidak
serakah…tidak membenci…tidak berpandangan sesat…tidak bersetubuh dengan
keluarga sendiri… tidak tamak dan tidak memuaskan nafsu. Marilah kita berbakti
kepada orangtua kita , menghormat kepada para samana dan petapa, serta patuh
kepada pemimpin bangsa.”
Karena mereka melaksanakan
kebajikan-kebajikan…sehingga bagi mereka yang batas usia kehidupan hanya 20
tahun…anak-anak mereka mencapai 40 tahun…80 tahun…4.000 tahun…20.000
tahun…40.000 tahun…anak-anak mereka mencapai batas usia kehidupan 80.000 tahun…
.
…Dalam masa kehidupan orang-orang ini,
di dunia akan muncul seorang Bhagava-Arahat-Sammasambuddha bernama
Metteya…Dhamma, Kebenaran…akan dibabarkan…kehidupan suci akan dibina dan
dipaparkan…seperti yang Aku lakukan sekarang. Beliau akan diikuti oleh beberapa
ribu Bhikkhu, seperti Aku sekarang ini.”
Demikianlah penjelasan mengenai kaitan
antara proses merosotnya moralitas dengan menurunnya batas usia kehidupan manusia.
MUNCULNYA AJARAN SALAH
Menjelang berakhirnya era Buddha-Gotama,
akan banya muncul ajaran salah dan Dhamma palsu yang muncul dimana-mana dengan
berbagai label dan gaya.
Ajaran salah ( miccha-dhamma ) , ialah :
1. semua jenis ajaran dan praktik keagamaan yang
pada intinya tidak mampu untuk melihat bahaya dari “samsara” ( lingkaran kelahiran dan kematian
),
2. Kepercayaan bahwa dalam masa sekarang ini magga dan
phala ( tingkat-kesucian ) sudah tidak mungkin dicapai lagi,
kecenderungan untuk menunda-nunda praktik Sila, Samadhi, dan Panna karena
menunggu masaknya Parami,
3. Kepercayaan bahwa orang-orang di masa sekarang ini
semuanya hanyalah makhluk “dvi-hetuka” (
hanya punya dua kondisi akar yagn baik, yaitu : a-lobha dan a-dosa ), dan tidak memiliki akar a-moha ,
sehingga tidak munkin mencapai kesucian dalam kehidupan yang sekarang ini.
4. Kepercayaan bahwa Guru-guru suci di zaman
dahulu tidak pernah ada, dan berbagai kepercayaan lain-lain. Semua ini
berpotensi menciptakan kerusakan pada Dhamma (
dhammantarayo ).
Mengenai kepercayaan akan terdapatnya
makhluk dvi-hetuka saja pada masa sekarang, maka , sesungguhnya, meskipun kita
adalah dvi-hetuka, asalkan kita berupaya melatih diri dalam dhamma maka dalam
kelahiran selanjutnya kita bisa menjadi ti-hetuka. Sebaliknya, bila kita
sendiri malas untuk melatih diri, maka kita sangat mungkin terperosok ke
tingkat a-hetuka ( tanpa kondisi akar yang baik ) dalam kehidupan selanjutnya.
Ada tiga jenis / golongan manusia, yang
berkaitan dengan hal ini :
1. Padaparama
2. yang lebih unggul ; Neyya
3. yang terunggul : Niyata-vyakarana
Yang dimaksud dengan golongan Padaparama
ialah, ibarat orang sakit yang tidak mungkin sembuh, dan pasti mati akibat
sakitnya walau bagaimanapun ia berupaya berobat. Ini menggambarkan orang yang
tidak mungkin mencapai kesucian dalam kehidupan sekarang, tetapi masih punya
kesempatan dalam kelahiran selanjutnya baik di alam manusia ataupun alam dewa,
masih di era Buddhasasana yang sekarang ataupun pada era Buddha selanjutnya
tergantung kesempurnaan Parami dan upaya yang bersangkutan.
Jenis manusia yang lebih unggul adalah
Nevya, yang diumpamakan sebagai orang sakit yang akan sembuh bila makan obat
yang tepat, tetapi mungkin juga tidak sembuh dan mati bila gagal mendapat
pengobatan yang tepat. Artinya, ia masih mungkin dapat mencapai kesucian dalam
masa kehidupannya yang sekarang ini juga jika ia melaksanakan dan melatih apa
yang seharusnya demi mencapai tujuan mulia tersebut. Bila galgal dalam
kehidupan yang sekarang maka ia masih punya kesempatan di kelahiran
selanjutnya.
Jenis manusia yang ketiga adalah
yang terunggul, ialah Niyata-vyakarana, yaitu manusia yang telah mendapat
kata-kepastian bahwa kelak ia akan menjadi Buddha dari Buddha yang lampau.Yang
terakhir ini adalah jenis dari para Boddhisatta atau calon Samma-Sambuddha.
Nah, kita kebanyakan adalah golongan
Nevya, sehingga, sebaiknya dalam era Buddhasasana sekarang ini terus
mengumpulkan benih carana ( perbuatan benar ) dengan cara mempraktikkan :
1. Dana,
2. Sila,
3. Samadhi.
Sedangkan untuk golongan Padaparama
dihimbau untuk mengumpulkan benih carana supaya kelak terlahir di era
Buddhasasana yang akan datang sekaligus mencapai pembebasan dari dukkha pada
saat itu juga.
Sarat yang harus dipenuhi bagi golongan
Padaparama adalah :
1. Dana,
2. Uposatha-Sila, dan
3. Tujuh Sad-Dhamma
Sad-Dhamma tersebut adalah :
1. Saddha ( keyakinan )
2. Sati ( perhatian-murni )
3. Hiri ( malu berbuat salah )
4. Ottapa ( takut akibat perbuatan jahat )
5. Bahusacca ( Belajar-Dhamma )
6. Viriya ( Semangat dan ketekunan )
7. Panna ( kebijaksanaan ).
Semua praktik ini adalah bagian dari
akumulasi menuju kesempurnaan Parami.
Hanya jika seorang Padaparama telah
memiliki benih vijja kebijaksanaan / kelompok Panna ) dan benih carana (
perbuatan benar / kelompok Sila dan Samadhi ) yang cukup barulah ia dapat
mencapai pembebasan dari dukkha dalam kelahiran selanjutnya. Vijja bagaikan
sepasang mata untuk melihat, dan Carana bagaikan kaki untuk berjalan ataupun
sayap untuk terbang. Keduanya saling melengkapi dan menguatkan.
KESIMPULAN
Kita yang hidup sekarang ini, seharusnya
bersyukur, karena kita hidup dalam era Buddhasasana, ialah era Dhamma Sang
Buddha Gotama. Adalah keliru jika masa Buddha-Gotama telah berakhir, sebab,
masa berakhirnya Buddha-Gotama [sesuai sabda Sang Buddha sendiri, dan melihat
berbagai prasayarat-pengkondisian / fakta-fakta] masih 2.500-an tahun lagi.
Dengan demikian, Buddha-Metteya,
belumlah muncul pada masa sekarang ini. Meskipun demikian, semua ummat
Buddha tentunya menghormati Beliau, yang saat ini sedang berada di alam surga
Tusita ( Tusitabhumi ), tingkat kelima dari alam Sugati ( surga Kammadhatu ) .
Buddha-Metteya akan muncul [ terlahir di alam manusia ] kelak saat Utkarsa /
fase-turun, setelah manusia mencapai ambang batas usia 80.000 tahun, namun
tidak saat jangka kehidupan manusia telah jatuh dibawah titik jangka kehidupan
kritis, saat sikap dan mental manusia sangat inferior sehingga tidak bisa menerima ajaranBuddha.
Karena itulah, di masa Buddhasasana yang
sekarang, hendaknya kita tekun melatih diri dalam Dhamma yang dibabarkan Sang
Buddha, demi tercapainya kebahagiaan dan pembebasan dari arus samsara.
( Sumber Pustaka : Majalah Dhammacakka ; Jakarta, 2006 )
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~