Minggu, 12 Mei 2013

Tujuan Hidup ini

oleh: U Sikkhānanda (Andi Kusnadi)

Apakah anda pernah merenung tentang tujuan hidup ini? Apakah hidup ini hanya
sekali? Setelah meninggal, jadi tanah (abu), dan kemudian selesai. Apakah ada
kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan ini? Bila ada, dahulu anda terlahir sebagai
apa? Di masa yang akan datang anda akan terlahir sebagai apa? Di mana? dan
sebagainya. Apakah hal-hal yang disebutkan di atas tidak pernah terpikirkan oleh anda?
Bila demikian, pasti anda tidak takut akan kematian.
Apakah tujuan hidup anda hanya untuk: menjadi orang kaya, menjadi orang
terkenal, menjadi orang besar (penguasa: presiden, raja, dll.)? Apakah hanya untuk
makan makanan yang lezat, memenuhi kebutuhan biologis (seksual), dan memiliki
banyak keturunan? Bila pernyataan di atas benar, maka maaf, anda tidak ada bedanya
dengan seekor singa (hewan). Lihatlah seekor Singa (rajanya para hewan), tujuannya
adalah menjadi singa No. 1. Dengan demikian, dia akan mempunyai area yang luas
sehingga dapat memudahkannya untuk mencari mangsa (makan) dan dapat memiliki
banyak singa betina untuk memuaskan kebutuhan biologisnya dan mendapatkan banyak
keturunan. Bahkan untuk mewujudkan hal ini, terkadang dia membunuh anak lakilakinya.
Tujuan hidup di atas bukanlah tujuan yang tepat dari hidup ini, karena tidak akan
memberikan anda kebahagiaan sejati (terbebas dari penderitaan). Mari kita tinjau satuper-
satu.
Ingin Menjadi Orang Kaya?
Hal ini sangatlah umum, hampir setiap anak kecil bila di tanya, kamu ingin jadi
apa? Jawabannya adalah saya ingin jadi orang kaya. Mungkin anda mengenal Bill Gates,
pemilik perusahaan perangkat lunak komputer yang sangat terkenal. Beliau adalah salah
satu orang terkaya di bumi ini. Apakah dia bahagia dengan menjadi orang kaya? Pada
tahun +/- 1998an, saat Indonesia terkena krisis ekonomi, beliau memiliki +/- 1 milyar
lembar saham Microsoft dengan harga sekitar US$ 100-110 per lembar. Coba kalikan
dengan nilai rupiah yang saat itu kira-kira sekitar 13.000 – 15.000 per US$. Bingungkan,
banyak sekali angka nol-nya? Punya satu triliun saja sudah sulit membayangkannya,
kapan anda bisa mendapatkan uang sebanyak itu, iya kan? Tetapi manusia tidaklah
pernah puas, begitu juga dengan Bill Gates. Dia terus bekerja untuk menjadi lebih kaya
lagi dan lebih kaya lagi. Saat itu, perusahaannya juga dirundung masalah, karena
dianggap melakukan praktik monopoli. Selain sibuk dengan pekerjaannya, dia juga sibuk
harus pergi menghadiri sidang di pengadilan bersama pengacaranya. Dia menggunakan
pengacara terkenal dengan tarif +/- US$ 2.000/jam. Apakah hidup yang seperti demikian
dapat dikatakan sebagai hidup yang membahagiakan? Benar uang sangatlah diperlukan
untuk hidup, tetapi uang yang banyak tidak dapat menjamin anda untuk dapat hidup
bahagia.
Ini adalah kisah nyata dari seorang perumah tangga yang saya cukup kenal.
Mereka hidup sangat berkecukupan. Namun demikian, mereka menjalankan
kehidupannya dengan sederhana. Saat muda mereka dibesarkan dalam keadaan
keluarga yang bisa dikatakan kekurangan. Akan tetapi, pasangan ini adalah pasangan
yang sangat rajin bekerja dan juga suka menabung, selain cerdik. Sehingga usahanya
menjadi cepat maju dan besar. Dari kemajuan usahanya inilah mereka bisa membeli
beberapa mobil, rumah, ruko, tanah, emas murni, dll. Karena cerdas dan berpandangan
ke depan, maka mereka pun tidak lupa untuk membeli asuransi untuk melindungi harta
bendanya dan pendidikan anak-anaknya. Sang suami dengan kecerdasannya, belajar
berbagai macam hal, mulai dari bidang ekonomi, fisika, kimia, biologi, elektronik,
kelistrikan, sampai masalah hukum. Dengan demikian, beliau bisa menyusun surat-surat
kontrak untuk negosiasi bisnisnya sendiri.
Suatu hari mereka mengetahui bahwa sarang burung walet mempunyai harga jual
yang bagus dan beberapa kenalannya memilikinya. Maka pasangan ini pun
mendambakan untuk memilikinya dan mereka kemudian membuat bangunan yang
sangat kokoh untuk mencapai tujuannya. Mereka berharap suatu saat bila mereka sudah
tua, mereka tidak perlu bekerja lagi dan tinggal menikmati hasil dari sarang waletnya dan
uang kontrak dari beberapa properti yang dimilikinya. Tetapi siapa yang bisa meramal
masa depan? Begitupun mereka, ramalannya meleset, sudah sekian lama bangunan
walet miliknya tetap kosong, walaupun banyak burung yang masuk tetapi tidak pernah
bersarang. Namun demikian, mungkin mereka mempunyai karma baik yang cukup
banyak dari kehidupan masa lalunya. Salah satu rumahnya yang berada di kota lain (tidak
ditinggalinya lagi) diisi oleh burung walet. Mengetahui hal ini, maka mereka pun menjadi
sangat bahagia. Semua berjalan lancar dan setelah beberapa saat mereka pun mulai bisa
memanen hasilnya. Tetapi tak lama setelah itu, hal baru yang tidak diharapkan pun
muncul. Seperti kata pepatah, “semua orang ingin kebagian kue,” walaupun mereka
tidak berhak mendapatkannya. Rumah walet tersebut dimasuki oleh pencuri dan pernah
juga terjadi kebakaran kecil (yang katanya kemungkinan dilakukan dengan sengaja oleh
orang yang sirik pada mereka). Kejadian ini terjadi pada saat mereka sudah pensiun dari
usahanya dan cukup berumur, sehingga tidak memungkinkan mereka sering-sering pergi
bolak-balik untuk mengunjungi sarang walet tersebut. Sehingga sekarang sarang walet
tersebut menjadi pembawa penderitaan bagi mereka.
Dengan pertimbangan yang masak, mereka putuskan untuk menjualnya. Dan
setelah itu beban mereka karena rasa khawatir terhadap sarang burung walet tersebut
pun hilang. Di sini terlihat jelas, bahwa semakin banyak beban (termasuk harta benda)
yang seseorang harus tanggung (miliki), maka semakin besar pula penderitaannya.
Begitu beban itu dilepaskan, maka penderitaan pun ikut terlepas. Oleh karena itu, Sang
Buddha mengajarkan umatnya untuk berlatih melepas. Hal ini Beliau berikan contoh
secara langsung yaitu dengan meninggalkan istananya. Setelah Beliau tercerahkan pun,
Beliau tidak mau untuk kembali menjadi raja. Bukankah bila Beliau menjadi raja, maka
pengikutNya akan menjadi semakin banyak? Hal ini mungkin benar, tetapi perlu diingat,
tujuan Beliau adalah bukan untuk mencari banyak pengikut atau menjadi pemimpin yang
terkenal, melainkan untuk membantu (bukan menyelamatkan) orang lain keluar dari
penderitaan. Selain itu, keinginan untuk menjadi raja, orang kaya, dll., timbul karena
pandangan salah dan keserakahan, sedangkan Beliau telah terbebas dari keduanya.
Ingin Menjadi Terkenal?
Apakah anda mengenal Michael Jackson dan Lady Diana? Jangankan orang
dewasa, anak SD & SMP saja tahu tentang mereka. Bagaimana dengan raja musik Rock
‘n’ Roll, Elvis Presley? Bagaimana dengan penyanyi group band legendaris dari Inggris
yang sampai sekarang musiknya masih digandrungi oleh hampir semua kalangan (The
Beatles), yaitu John Lennon? Anda pasti mengenal mereka semua bukan atau setidaknya
pernah mendengar nama besarnya? Apakah anda mengetahui bagaimana mereka
meninggal? Ya, semuanya meninggal dengan cara yang tidak wajar, ada yang
dikarenakan oleh kelebihan (over) dosis obat, kecelakaan kendaraan (katanya dibunuh),
& ditembak. Mereka bukan hanya terkenal tetapi juga memiliki kekayaan yang luar biasa.
Untuk berjalan di tempat umum saja sangat sulit, karena penggemarnya selalu
mengejar-ngejar mereka. Kematian mereka yang tragis menunjukkan dengan jelas
bahwa hidup mereka sebagai orang terkenal tidaklah bahagia. Apakah anda ingin seperti
mereka? Rasanya hal itu tidaklah perlu dijawab bukan?
Tetapi bagaimana dengan kenyataannya? Semua orang berlomba-lomba ingin
menjadi terkenal, karena mereka berpikir bahwa dengan menjadi terkenal maka
hidupnya akan bahagia. Banyak sekali yang ingin menjadi artis sinetron, bintang film,
penyanyi, penari, dan yang lainnya. Tidak sedikit yang menempuh jalan yang tidak pantas
untuk mewujudkan impiannya untuk menjadi artis, bahkan sampai mengorbankan harga
dirinya. Begitu juga bagi artis yang sudah terkenal, mereka terus berusaha untuk
mempertahankan keberadaannya. Banyak dari mereka yang membuat sensasi yang
diluar batas norma-norma yang berlaku. Bukannya menjadi semakin terkenal, malah ada
yang karirnya menjadi hancur. Bahkan ada yang sampai masuk penjara. Bukankah hal itu
merupakan suatu tindakan yang sangat bodoh dan memalukan?
Tahukah anda film yang banyak dikagumi kaula muda khususnya kaum pria? Ya,
beberapa diantaranya adalah James Bond, Rambo, dan Commando. Mari tinjau lebih
dalam salah satunya, ambil saja film James Bond. Dalam film ini, pemeran James Bond
digambarkan sebagai sesosok pria yang tampan, gagah, pandai dalam berkelahi dan
menembak, berjudi, dan merayu wanita (termasuk mempermainkannya). Dia dilengkapi
dengan alat-alat teknologi yang sangat canggih, menggunakan pakaian bagus dan
mewah, serta mengendarai mobil tercanggih. Bila dilihat sepintas lalu, pria muda mana
yang tidak mengidolakan tokoh James Bond ini. Semua yang diinginkan oleh seorang pria
dimilikinya. Namun demikian, bila kita tinjau baik-baik berdasarkan norma-norma
kemanusiaan yang berlaku secara umum di masyarakat (atau Pancasila Buddhis), James
Bond melakukan pelanggaran terhadap norma-norma tersebut hampir disetiap saat.
Mulai dari membunuh, mencuri, berbuat asusila, berbohong, dan mabuk-mabukan. Jika
demikian, apakah sosok yang demikian layak untuk dijadikan panutan bagi para kaum
pria? Semoga tidak ada wanita yang menyukai James Bond (si peleceh perempuan).
Kaum perempuan pun tidak terbebas dari hal yang serupa. Banyak dari mereka yang
mengagumi tokoh wanita yang sama buruknya dengan James Bond.
Pencitraan sesosok tokoh idola yang salah seperti di atas bukan hanya terjadi di
negara-negara Barat, tetapi juga terjadi di negara-negara Timur. Pernah dengar film
“Dewa Judi atau God of Gamblers”? Film ini muncul di era 80an, tetapi ternyata masih
sangat populer hingga saat ini.1 Sosok pemeran utama dalam film ini juga tidak jauh
berbeda dengan James Bond, tinggi, gagah, tampan, pandai berkelahi & menembak,
suka mabuk-mabukan, dan selalu dikelilingi oleh wanita cantik. Bila menang berjudi
maka dia akan senang-senang sambil minum minuman keras. Bila kalah dalam berjudi,
dia juga mabuk-mabukan. Tak segan-segan untuk melakukan perkelahian hingga
pembunuhan guna menjaga reputasinya. Pencitraan yang salah ini, bukannya membawa
kebahagiaan melainkan penderitaan, baik dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang
akan datang. Hal ini dapat terjadi karena kekeliruan, halusinasi, dan kebodohan.
Ingin Menjadi Orang Besar (Penguasa)?
Apakah anda mengenal Alexander Agung (Alexander The Great, 20/21 Juli 356 SM
– 10/11 Juni 323 SM), Julius Caesar (100-44 SM), dan Cleopatra (Januari 69 SM – 12
Agustus 30 SM)? Ya, mereka adalah para penguasa di jaman yang telah lampau. Mungkin
banyak yang tidak mengenalnya. Mereka meninggal ketika relatif dalam usia yang masih
muda, yaitu sekitar 30 – 50an tahun, masing-masing karena sakit (ada dugaan karena
dibunuh), dibunuh, dan bunuh diri.2 Lihatlah sosok penguasa yang belum lama (belasan
tahun yang lalu) digulingkan dan merupakan pemimpin negara tetangga kita. Ya, dia
adalah Ferdinand Marcos, bekas penguasa Negara Philippina. Bagaimana dengan mantan
penguasa Indonesia, negara kita sendiri, Bung Karno dan Pak Harto? Mereka turun dari
kekuasaannya juga karena dipaksa. Apakah anda pikir mereka dapat hidup dengan
tenang dan bahagia di akhir hayatnya? Bagaimana dengan Presiden kita saat ini,
Pemimpin Libya, Presiden Amerika Serikat, dll? Banyak sekali urusan yang harus
dikerjakannya dan mungkin tidur pun tidak bisa nyenyak. Banyak dari para pemimpin
dunia menggunakan mobil anti peluru. Apakah hal itu sebagai pertanda kebahagiaan?
Tentu jawabannya adalah TIDAK.
Namun demikian, banyak sekali orang yang tidak menyadari hal ini, bukan cuma
di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Lihatlah di negara kita yang tercinta ini, tahukah
anda berapa jumlah partai politik yang kita miliki? Banyak sekali, mungkin anda tidak
hafal semuanya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena setiap orang ingin menjadi
penguasa, dan kendaraan yang tercepat untuk membawanya jadi penguasa adalah partai
politik. Seperti anda semua ketahui, tidak ada partai politik yang bersih atau mungkin
bisa juga dikatakan bahwa tidak ada politikus yang bersih. Mereka (pihak oposisi) selalu
berusaha menjatuhkan pihak yang sedang berkuasa untuk merebut kekuasaannya.
Dengan dalih ingin mensejahterakan rakyat, bukannya mendukung/membantu partai
penguasa, pihak oposisi selalu membuat masalah kecil menjadi masalah besar. Semua itu
adalah manifestasi dari keserakahan. Oleh karena itu, dengan jalan ini, anda juga tidak
akan pernah menemukan kesejahteraan dan kedamaian sampai kapanpun.
Ingin Memiliki Banyak Keturunan?
Hal ini sesuai dengan prinsip para nenek moyang kita yang mengatakan bahwa
“banyak anak, banyak rejeki”? atau bisa diartikan sebagai penyebab kebahagiaan.
Sekarang, ternyata tidak banyak lagi orang yang setuju dengan prinsip tersebut. Bahkan
bila ada yang masih mempunyai pandangan seperti itu, mungkin akan dianggap sebagai
pandangan orang yang tidak normal. Saat ini kehidupan semakin keras, biaya hidup
semakin tinggi, dan uang lebih sulit didapat. Para perumah tangga biasanya hanya
mempunyai 1 atau 2 orang anak saja. Di negara Jerman dan Singapura, bahkan banyak
pasangan yang memilih untuk tidak mempunyai anak. Perlu diketahui, untuk mencegah
terjadinya kekurangan penduduk, pemerintah Singapura bahkan bersedia memberikan
bonus kepada keluarga yang ingin mempunyai anak. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan
hidup ini juga bukan hanya sekedar untuk mempunyai keturunan, karena hal itu tidaklah
menjamin tercapainya kebahagiaan.
Sehubungan dengan prinsip banyak anak di atas, ada sebuah cerita menarik dari
Dhammapada, syair No. 213. Syair ini diucapkan Sang Buddha sehubungan dengan
kesedihan Visākhā (penyokong utama wanita yang merupakan pendonor vihara
Pubbārāma) yang disebabkan oleh kehilangan salah satu cucu kesayangannya.
7
Suatu hari salah satu cucu kesayangan Visākhā yang bernama Sudattā meninggal
dunia dan dia merasa sangat sedih sekali. Kemudian ia pergi untuk menemui Sang
Buddha di vihara Jetavana, Sāvatthi3. Saat Sang Buddha bertemu dan melihatnya
menangis, Beliau bertanya, “Apakah engkau ingin mempunyai keturunan (cucu) sebanyak
penduduk kota Sāvatthi?” Ya Guru, saya menginginkannya. Kemudian Sang Buddha
bertanya kembali, “Visākhā, tahukah kamu bahwa banyak penduduk yang meninggal
setiap harinya di kota Sāvatthi?” Ya Guru, saya mengetahuinya. Sang Buddha pun
berkata, “Jika kamu menganggap mereka yang meninggal tersebut seperti cucumu
sendiri, kamu tidak akan pernah berhenti bersedih dan menangis. Jika demikian,
masihkah kau menginginkan untuk memiliki cucu sebanyak penduduk Sāvatthi?” Visākhā
pun tersadar dan dia berkata bahwa dia tidak menginginkan cucu lagi. Kemudian Sang
Buddha berkata lagi, “Jangan biarkan kematian cucumu terlalu mempengaruhimu.
Kesedihan (karena kehilangan) dan ketakutan (akan kehilangan) muncul karena rasa
sayang.” Setelah selesai menasihati Visākhā, Sang Buddha mengucapkan syair
Dhammapada #213: Raya sayang mengakibatkan kesedihan, rasa sayang
mengakibatkan ketakutan. Tidak ada kesedihan bagi dia yang terbebas dari rasa
sayang, bagaimana bisa ada ketakutan baginya?
Dari uraian di atas, ternyata apa yang selalu dikejar-kejar banyak orang,
sebenarnya tidak satu pun yang membawa kebahagiaan. Mungkin anda berpikir bahwa
hal ini hanyalah pandangan yang keliru dan pesimis dari Ajaran Sang Buddha. Buktinya
dengan banyak uang, menikmati aneka hiburan, bertamasya, dan dengan mempunyai
anak, banyak orang merasa bahagia.
Apakah Ajaran Sang Buddha Keliru dan Pesimis?
Ajaran Sang Buddha bukanlah Ajaran yang keliru dan pesimis. Ajaran Beliau
adalah Ajaran Kebenaran. Beliau hanya menunjukkan yang sebenarnya dari hukum yang
berlaku di dunia ini. Dalam Empat Kesunyataan (Kebenaran) Mulia, Kebenaran yang
pertama adalah Kebenaran tentang Penderitaan. Contoh: kelahiran, usia tua, sakit, ...
dan 5 kelompok pencengkeraman (Pancupādānakkhandha) adalah penderitaan. Selain
itu penderitaan juga dibagi menjadi 3 macam: 1. Penderitaan yang kasar (dukkhadukkha),
contoh: digigit nyamuk, tertusuk jarum, dll. 2. Penderitaan yang halus, karena
perubahan (vipariṇāma-dukkha), contoh: berkurangnya tingkat kebahagiaan terhadap
sesuatu yang kita sukai. Bapak A sangat suka dengan nasi goreng rumah makan B, tetapi
bila setiap hari dia mengonsumsinya, mungkin setelah yang ketiga atau kelima kali dia
mulai muak dengan nasi goreng tersebut. 3. Penderitaan yang berada di segala sesuatu
yang terkondisi (saṅkhāra-dukkha), penderitaan jenis ini sangatlah halus, tidak terlihat,
dan juga tidak bisa dimengerti hanya dengan melalui perenungan. Hanya bisa dimengerti
dan dirasakan melalui meditasi vipassanā. Karena segala sesuatu yang terkondisi adalah
tidak kekal walaupun itu hanya se-per-seratus...se-per-sejuta detik (bahkan lebih),
semuanya adalah penderitaan/ ketidakpuasan.
Penderitaan jenis ke 1 & 2 tidaklah sulit untuk dipahami, tetapi yang jenis ketiga
sangatlah sulit untuk dimengerti. Dikarenakan sebagian besar orang tidak mengetahui
hakekat yang sebenarnya dari fenomena mental dan jasmani, mereka terjebak dalam
halusinasi/penyimpangan/distorsi. Ada tiga halusinasi (vipallāsa)4 yaitu: 1. Halusinasi dari
persepsi (sannā-vipallāsa), 2. Halusinasi dari pikiran (citta-vipallāsa), dan 3. Halusinasi
dari pandangan (diṭṭhi-vipallāsa). Masing-masing dari halusinasi di atas terbagi lagi
menjadi 4 macam, yaitu: * menganggap yang tidak kekal (anicca) sebagai sesuatu yang
kekal (nicca), * menganggap yang kotor/buruk/jelek (asubha) sebagai sesuatu yang
bersih/baik/bagus (subha), * menganggap penderitaan (dukkha) sebagai kebahagiaan
(sukha), dan * menganggap yang tanpa-inti, -aku, -ego, -jiwa, atau -roh (anattā) sebagai
sesuatu yang mempunyai inti (attā).
Marilah lihat contoh yang sederhana, yaitu rambut. Bisa dipastikan hampir semua
orang menganggap rambut sebagai sesuatu yang indah/menarik dan mereka
menyayanginya, khususnya adalah kaum wanita. Oleh karena itu setiap orang merawat
rambutnya dengan baik bahkan ada yang sampai berlebihan. Contohnya, mereka
memberinya minyak rambut, pewangi, zat pewarna (di-cat), dipotong agar terlihat indah,
dicuci/bersihkan (keramas) dengan cairan pencuci rambut (sampo) yang mahal, dan
sebagainya, bahkan ada yang sampai menyewa jasa orang lain untuk melakukannya
(pergi ke salon). Selain itu, untuk membuktikan pernyataan ini menjadi lebih kuat lagi
yaitu adanya peribahasa yang mengatakan bahwa “rambut adalah mahkotanya wanita.”
Namun demikian, bila terdapat walaupun hanya satu helai rambut di makanan atau
minuman yang anda sangat sukai, dapat dipastikan anda akan merasa jijik untuk
mengonsumsinya. Bila rambut itu memang indah dan bersih, maka seharusnya
makanan/minuman yang anda sangat sukai tersebut akan menjadi semakin menarik dan
menggugah selera anda bukan! Mengapa bisa terbalik keadaannya? Hal ini disebabkan
oleh halusinasi persepsi. Mengapa halusinasi ini bisa terjadi, apa penyebabnya? Semua
halusinasi disebabkan oleh kekotoran mental (kilesa) dan cara mengatasinya adalah
dengan berlatih meditasi vipassanā.5
Apakah sekarang anda masih mengatakan bahwa Ajaran Sang Buddha adalah
Ajaran yang pesimis dan keliru? Semoga contoh sederhana di atas dapat membuka mata
anda semua bahwa selama ini sebagian besar hidup anda dihabiskan untuk mengejar
kebahagiaan dengan cara yang keliru. Bila belum percaya juga, cobalah renungkan
apakah selama ini anda telah benar-benar mendapatkan kebahagiaan yang anda cari?
Pasti BELUM, karena sampai sekarang anda masih mencarinya bukan?
Tujuan Hidup Yang Benar
Bila demikian, apa Tujuan Hidup Yang Benar, bila ditinjau dari Ajaran Sang
Buddha. Tujuannya adalah mencapai kedamaian (kebahagiaan) sejati (Nibbāna), yaitu
suatu keadaan yang terbebas sepenuhnya dari penderitaan. Bagaimana cara
mencapainya? Caranya yaitu dengan membasmi kekotoran mental anda. Kekotoran
mental ini hanya dapat dibasmi oleh kekuatan kebijaksanaan (pannā).
Ada 3 jenis kebijaksanaan6, 1. Kebijaksanaan yang diperoleh dari mendengar dan
belajar Dhamma (suta-maya-pannā). 2. Kebijaksanaan yang diperoleh dari pemikiran
analitis atau penyelidikan (cintā-maya-pannā). 2. Kebijaksanaan yang diperoleh dari
pengembangan mental atau meditasi (bhāvanā-maya-pannā). Kebijaksanaan yang dapat
membasmi kekotoran mental adalah kebijaksanaan hasil meditasi vipassanā,
kebijaksanaan yang membuat seseorang mengerti hakekat sesungguhnya dari fenomena
mental dan jasmani, yaitu tidak kekal (anicca), penderitaan/tidak memuaskan (dukkha),
dan tanpa inti (anattā). Dengan mengerti 3 corak umum ini, maka secara bertahap 3 akar
kejahatan yaitu: keserakahan (lobha), kebencian/kemarahan (dosa), dan kebodohan
mental (moha) akan terkikis dan akhirnya habis. Saat 3 akar kejahatan ini telah lenyap,
maka kedamaian sejati (Nibbāna) tercapai.
Apakah seseorang cukup hanya melakukan meditasi vipassanā dalam hidupnya
untuk mencapai Nibbāna? Bisa ya dan bisa juga tidak. Bila kualitas kesempurnaan
(pāramī) anda telah mencukupi, maka anda bisa hanya dengan melaksanakan meditasi
vipassanā dalam hidup ini. Tetapi apakah anda mengetahui kualitas kesempurnaan
anda? Jadi sebaiknya anda (semua orang) melakukan tiga landasan perbuatan berjasa
(punna-kiriya-vatthu): dana (dāna), sila atau moralitas (sīla), dan pengembangan
mental/meditasi (bhāvanā). Berdana7 akan mengkondisikan seseorang untuk mempunyai
kehidupan yang berkecukupan. Pelaksanaan sila akan mengkondisikan seseorang untuk
mempunyai kehidupan yang terhormat, disukai orang, sehat, dan hidup dengan tenang.
Latihan meditasi (khususnya vipassanā) akan mengkondisikan seseorang untuk
memperoleh kecerdasan dan kebijaksanaan. Bila anda hidup berkecukupan tetapi tidak
mempunyai kesehatan yang baik atau selalu cemas karena takut kejahatan-kejahatan
yang telah anda lakukan (akibat melanggar sila) terbongkar oleh pihak yang berwajib,
maka anda tidak akan dapat hidup bahagia, begitu juga untuk berlatih meditasi. Tanpa
berlatih meditasi, anda tidak akan mempunyai kecerdasan dan kebijaksanaan yang
cukup. Bila demikian, kekayaan dan kesehatan anda bisa menjadi pembawa kehancuran.
Selain itu anda juga tidak akan bisa terbebas dari kelahiran, umur tua, sakit, dan
kematian. Untuk terbebas dari hal itu, jalan satu-satunya adalah meditasi vipassanā. Jadi
tiga landasan perbuatan berjasa ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan
sebaiknya semua orang melaksanakan ketiganya.
Waktu Yang Tepat Untuk Berlatih
Tahukah anda kapan waktu yang terbaik untuk berjuang mencapai kedamaian
sejati ini? Jawabannya adalah SAAT INI. Saat ini adalah kehidupan anda yang Paling
Mulia8 dari kehidupan-kehidupan sebelumnya. Mengapa? Karena di kehidupan inilah
anda dapat berjuang untuk mencapai kedamaian sejati tersebut. Jangan karena alasan:
masih banyak tugas sekolah, masih banyak pekerjaan, masih terlalu muda, sudah terlalu
tua, dan yang lainnya, mengakibatkan anda tidak memperjuangkan untuk mencapai hal
yang sungguh luar biasa ini. Kehidupan yang anda miliki saat ini di mana anda terlahir
sebagai manusia, terlahir ketika ada Buddha yang tercerahkan, anda dapat bertahan
hidup (dan tidak dalam keadaan kekurangan maupun cacat), dan anda dapat
mendengarkan Dhamma Sang Buddha yang dapat menuntun anda mencapai Nibbāna,
adalah kehidupan yang sangat sulit sekali di dapat, jadi jangan sia-siakan kehidupan ini
dengan melakukan hal yang tidak berguna.
Apakah anda ingin melakukan ketika anda sudah tua, ketika jasmani dan mental
anda sudah jauh lebih lemah lagi? Apakah anda yakin usia anda masih panjang? Secara
teori, latihan meditasi vipassanā sangatlah mudah dan sederhana, yaitu: selalu menjaga
perhatian murni (sati atau bare-attention) di setiap aktivitas yang anda lakukan. Namun
demikian, karena hal ini adalah sesuatu yang baru, yang belum biasa dilakukan, maka
kebanyakan orang merasa kesulitan dalam mempraktikkannya. Jangankan yang sudah
tua, yang kekuatan mental dan jasmaninya telah banyak berkurang, yang masih muda
saja banyak sekali yang mengalami kesulitan. Bila saat ini anda sudah tua, janganlah
menunda dan ragu untuk memulainya, karena anda tidak akan menjadi lebih muda dan
kuat lagi. Tetapi yang pasti adalah anda akan semakin lemah dan mendekati kematian.
Selain itu, siapa yang bisa menebak kapan anda akan meninggal? Kehidupan ini tidaklah
pasti, tetapi kematian adalah sesuatu yang pasti. Bila hal ini (kematian) datang, tak ada
tindakan apapun yang anda dapat lakukan untuk mencegahnya. Tak ada sogokmenyogok,
tawar-menawar, ataupun meminta belas kasihan. Tak ada penundaan
walaupun hanya satu detik. Jadi lakukanlah SAAT INI9 juga.
Melakukannya Di Kehidupan Yang Akan Datang
Apakah anda mau melakukannya nanti, di kehidupan yang akan datang? Apakah
anda yakin dapat terlahir kembali menjadi manusia (atau terlahir di alam yang baik
lainnya: dewa & brahma) dan mempunyai kehidupan yang layak seperti saat ini (tidak
kekurangan, cacat, bodoh, dll.)? Pernahkah terlintas oleh anda tentang kemungkinan
terlahir menjadi binatang (tiracchāna), setan (peta), jin/raksasa (asura), atau bahkan
menjadi penghuni alam neraka (niraya)? Perlu diketahui bahwa 4 alam rendah adalah
rumah permanen bagi para makhluk hidup. Bukti dari hal ini adalah kecenderungan dari
setiap makhluk hidup menghabiskan waktunya dengan diliputi oleh 3 akar kejahatan.
Coba renungkan hal ini terhadap diri anda sendiri. Mereka yang terlahir di sana tidak
mempunyai kesempatan sama sekali untuk melatih meditasi vipassanā ini. Bukan hanya
hidup mereka sangat menderita, tetapi mereka juga tidak mempunyai kecerdasan yang
cukup untuk berlatih Dhamma. Anda tidak perlu membayangkan makhluk setan, jin,
ataupun penghuni neraka, tetapi bayangkanlah makhluk alam rendah yang mudah dilihat
dan ditemui, yaitu binatang. Hidupnya sebagian besar hanya dihabiskan untuk mencari
makan, berkelahi (mempertahankan daerah kekuasaan), atau hanya sekedar bertahan
hidup untuk mendapatkan keturunan (diantaranya adalah ikan salmon dan cengcorang).
Selain itu hidupnya selalu dipenuhi rasa takut dari ancaman akan dimangsa oleh
binatang yang lebih kuat.
Mungkin anda akan bertanya, bagaimana dengan anjing dan kuda? Banyak anjing
dan kuda yang hidup kecukupan dalam soal makanan, apalagi bila anjing dan kuda
tersebut dipelihara oleh orang kaya. Ya, anda benar, ada beberapa dari mereka yang
hidup sangat berkecukupan. Tetapi, apakah mereka mempunyai kecerdasan yang cukup
untuk berlatih Dhamma? TIDAK sama sekali, jangankan diajarkan untuk berlatih
meditasi, diajarkan untuk dapat membaca pun tidak bisa. Karena hidupnya kecukupan
(enak), mereka cenderung untuk menjadi serakah, manja, dan malas. Hal tersebut
cenderung pada pengembangan keserakahan (lobha) dan kebodohan (moha). Bila hidup
dalam keadaan kekurangan, kecenderungan dari kebencian (dosa) dan kebodohannya
(moha) akan meningkat. Sehingga, baik mereka yang hidup berkecukupan ataupun
kekurangan, 3 akar kejahatan selalu dominan di kehidupan mereka. Selain itu, mereka
juga tidak mengerti tentang moralitas dan akibatnya mereka banyak melakukan
pelanggaran sila. Dengan demikian sangatlah sulit untuk terlahir kembali di alam yang
baik. Anda pasti telah mendengar tentang perumpamaan ‘penyu buta’ dan ‘debu di
ujung kuku’ yang dibabarkan oleh Sang Buddha untuk menggambarkan betapa sulitnya
terlahir di alam manusia.10
Dalam sebuah kisah Dhammapada yang berhubungan dengan syair No. 60,
digambarkan akibat buruk dari membunuh hewan. Raja Pesenadi dari kerajaan Kosala
terpikat oleh seorang wanita yang telah beristri, akan tetapi, wanita tersebut telah
mempunyai suami. Sang Raja pun berniat membunuh suami wanita tersebut agar beliau
dapat memperistrinya. Malam harinya Sang Raja bermimpi sangat buruk dan untuk
menghindari hal tersebut terjadi padanya, Raja berkonsultasi dengan para brahmana
(penasehat) kerajaan. Beliau dianjurkan untuk melakukan kurban besar-besaran. Tetapi
atas nasehat Ratu Mallikā, beliau menemui Sang Buddha dan diberitahu bahwa hal itu
tidaklah baik. Beliau juga diberi penjelasan tentang mimpinya. Raja sangat berterima
kasih sekali dan memuji istrinya di hadapan Sang Buddha. Kemudian Sang Buddha
mengatakan bahwa bukan hanya kali ini saja istrinya telah menyelamatkannya, dan atas
permintaan sang Raja, Beliau mengisahkan kehidupan masa lalu mereka.
Saat itu mereka hidup sebagai Raja Uggasena dan Ratu Dhammadinnā (Dinnā).
Raja Benāres menangkap mereka dan berencana untuk membunuhnya, tetapi setelah
mendengarkan kisah kehidupan Ratu Dinnā, akhirnya semua tawanan dibebaskan. Di
kehidupan sebelumnya Ratu Dinnā pernah membunuh seekor domba untuk membuat
suatu hidangan yang lezat dengan memotong leher domba tersebut. Akibat perbuatan
ini, setelah meninggal, beliau terlahir di alam neraka dalam waktu yang sangat panjang.
Setelah terbebas dari neraka, beliau terlahir sebagai seekor domba sebanyak jumlah bulu
domba yang dibunuhnya dan selalu meninggal karena dibunuh dengan cara dipotong
lehernya. Raja Benāres pun merenungi akibat yang akan diterimanya dan dia
memutuskan untuk membebaskan para tawanannya, termasuk Raja Uggasena. Kisah
yang hampir sama bisa anda baca pada Matakabhatta Jātaka (No. 18).
Sekarang renungkanlah sudah berapa banyak hewan yang telah anda bunuh?
Mungkin sulit untuk menghitungnya bukan? Ambil contoh saja misalnya, membunuh
nyamuk, jentik nyamuk, semut, ikan, ayam, burung, dsb. Mungkin dari anda ada yang
pernah membeli dan menggunakan raket nyamuk. Saat ada satu atau beberapa nyamuk
yang terkena raket, maka akan menimbulkan suara nyaring (ceter...ceter) dan mungkin
anda merasa senang dan mengeluarkan ungkapan rasa senang “Wow Luar Biasa” sambil
tertawa. Betapa menyedihkan mengetahui hal ini, karena anda merasa senang setelah
melakukan hal yang tidak pantas dilakukan. Sekarang juga banyak rumah makan yang
menyajikan hewan hidup (ayam, kelinci, ular, ikan, dsb.). Pernahkah anda memesannya?
Bayangkanlah bila anda harus terlahir sebagai hewan (atau 3 alam rendah lainnya)
sebanyak jumlah kaki nyamuk (atau mungkin di tambah dengan jumlah bulu ayam,
sisik/telur ikan, sisik ular, dll.) yang telah anda bunuh. Tidakkah hal itu membuat anda
takut?11 Oleh karena itu, manfaatkanlah kehidupan mulia yang anda miliki saat ini untuk
berlatih meditasi vipassanā agar bisa terhindar dari itu semua dan kalau bisa mencapai
Nibbāna di kehidupan ini juga.
Apakah 4 alam rendah itu memang benar-benar ada? Dalam Ajaran Buddha, alam
binatang adalah salah satunya, jadi yang satu ini tidak bisa diragukan lagi. Tetapi
bagaimana dengan 3 alam yang lainnya (setan, jin, dan neraka)? Memang tidak banyak
orang yang mengetahui kenyataan ini, tetapi bukan berarti hal ini tidak bisa dipercaya.
Anda mungkin bisa cari dan baca buku yang berjudul “Ruang dan Waktu” atau “Ewang
Me Sutang.” Penulis yakin buku itu menceritakan hal yang sesungguhnya karena penulis
juga mempunyai beberapa teman yang bisa melihat makhluk dari alam-alam tersebut.
Coba pikirkan hal ini, orang yang buta sejak lahir tidak pernah melihat matahari, bulan,
dan bintang. Tetapi, karena dia belum pernah melihat itu semua, bukan berarti matahari,
bulan, dan bintang tidak ada bukan?
Mungkin anda menganggap bahwa anda telah banyak melakukan kebajikan
seperti berdana, melaksanakan sila, sering pergi kebaktian, dll. Mungkin anda merasa
yakin akan terlahir menjadi dewa dan memutuskan untuk berlatih di sana saja.
Sebenarnya sangatlah kecil kemungkinannya bagi anda untuk bisa berlatih di alam dewa,
karena di sana terlalu banyak kesenangan. Waktu anda akan habis hanya untuk
menikmati kesenangan objek indera. Jangankan dewa, manusia yang terlahir di keluarga
yang kecukupan saja tidak sempat berlatih karena waktunya habis untuk mencari
kesenangan objek indera. Contohnya: menonton TV/bioskop, bernyanyi (karaoke-an),
pergi makan ke restoran, pergi fitness, menyalurkan hobi (seperti bercocok tanam,
memancing, bikin kue, dsb.), menggosip, dll. Sang Buddha memberikan perumpamaan
tentang kesenangan di alam manusia ini bagaikan setetes embun yang berada di sehelai
daun rumput alang-alang, sedangkan kesenangan di alam dewa bagaikan banyaknya air
yang berada di samudera. Jadi hampir bisa dipastikan (walaupun tidak 100%), orang yang
terlahir di alam dewa akan lupa untuk berlatih Dhamma. Apakah anda tahu Raja Sakka?
Ya, dia adalah Raja para dewa di alam dewa tingkat kedua (Tāvatiṁsa). Beliau telah
mencapai tingkat kesucian yang pertama (Sotāpanna) dan masih sering lupa untuk
berlatih karena terlena akan kesenangan alam dewa.12 Bila seorang Sotāpanna saja masih
sering lupa berlatih, bagaimana dengan makhluk yang belum mencapai tingkat kesucian?
Kemungkinan besar, PASTI tidak ingat untuk berlatih Dhamma (khususnya meditasi
vipassanā).
Keberadaan Ajaran Buddha
Ajaran Buddha diprediksi akan bertahan sekitar 5.000 tahun. Sekarang sudah
lebih dari 50% waktu tersebut telah berlalu. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman
penulis dalam menjalankan kehidupan sebagai seorang bhikkhu di Myanmar, sepertinya
Ajaran Buddha ini bahkan mungkin tidak akan bertahan selama waktu yang diprediksikan
di atas. Hal ini dikarenakan banyak sekali para rohaniawan Buddhis (bhikkhu dan yang
lainnya) sudah tidak melaksanakan peraturan yang seharusnya mereka laksanakan.
Penulis memutuskan pergi dan belajar ke Myanmar karena praktik meditasi vipassanā
masih cukup kuat di sana. Sedangkan di negara-negara penganut Ajaran Theravāda
lainnya sudah sangat lemah. Anda mungkin bisa melihat dan merasakan betapa
bebasnya kehidupan seorang rohaniawan Buddhis sekarang, bahkan ada yang melakukan
hal yang tidak pantas dilakukan. Mereka hidup bagaikan umat awam. Bila hal ini terus
berlangsung, maka bisa dipastikan sebelum 5.000 tahun Ajaran yang sungguh Mulia ini
akan lenyap dari muka bumi ini.
Bila Ajaran Buddha lenyap, maka Ajaran tentang meditasi vipassanā ini pun
lenyap. Saat itu hanya orang-orang spesial/tertentu yang tetap bisa melatihnya, karena
mereka telah berlatih di kehidupan sebelumnya. Mereka adalah orang yang telah
mencapai kesucian (Ariya Puggala) dan calon Paccekabuddha. Bila anda tidak
mengetahui apakah anda termasuk dalam kelompok orang yang spesial seperti di atas,
sebaiknya anda berlatih saat ini juga selagi masih mempunyai kesempatan. Sadarkah
anda bahwa sangat sedikit orang yang mempunyai kesempatan untuk berlatih meditasi
vipassanā ini. Yang jauh lebih sedikit lagi adalah orang yang benar-benar mau
melatihnya. Bahkan para bhikkhu yang tinggal di pusat-pusat meditasi di negara
Myanmar pun sudah tidak suka bermeditasi lagi, termasuk juga para guru meditasinya.
Ini adalah tanda-tanda yang sangat nyata bahwa Ajaran Buddha, khususnya tentang
meditasi vipassanā akan segera lenyap. Manfaatkanlah kesempatan yang sungguh mulia
ini untuk berlatih sungguh-sungguh, sehingga anda dapat menjalani kehidupan ini sesuai
dengan Ajaran Sang Buddha dan segera mencapai Nibbāna.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kebanyakan orang hidup dalam kekeliruan.
Mereka semua mencari kebahagiaan, tetapi tidak tahu hakekat sesungguhnya dari
kebahagiaan itu sendiri. Oleh karena itu, bukannya kebahagiaan, melainkan penderitaan
yang semakin panjanglah yang mereka dapat. Untuk mendapatkan kebahagiaan yang
sesungguhnya, sebaiknya anda melakukan dana, sila, dan meditasi (khususnya meditasi
vipassanā). Semuanya dapat dirangkum menjadi tiga intisari ajaran dari semua Buddha,
yaitu: 1. Hindari (jangan melakukan) Kejahatan. 2. Perbanyak Kebaikan. 3. Sucikan
Hati/Pikiran.
Semua orang harus menghindari kejahatan karena masih banyak sekali hasil dari
perbuatan-perbuatan yang tidak baik dari kehidupan masa lalu yang belum diterima
(berbuah). Ini bagaikan batu yang akan membawa anda tenggelam dalam lingkaran
kehidupan (khususnya ke 4 alam rendah) dan mengalami penderitaan yang sangat luar
biasa. Semua orang harus memperbanyak kebaikan karena hal ini dapat membantunya
dalam menghadapi penderitaan dan menyucikan Hati/Pikiran. Kebaikan bagaikan perahu
yang dapat membantu anda menyeberangi samudera saṁsāra dan mencapai pantai
seberang (Nibbāna). Semakin besar perahu anda, semakin besar daya angkutnya.
Selama berat batunya (hasil karma buruk) tidak melebihi daya angkut perahunya, anda
tidak akan tenggelam. Menyucikan Hati/Pikiran hanya bisa dilakukan dengan meditasi
vipassanā dan dukungan dari tindakan No. 1 dan 2. Saat ini anda mempunyai
kesempatan untuk melakukan semua itu dan bahkan untuk mencapai tujuan akhir
tersebut (Nibbāna) di kehidupan ini juga. Jadi jangan sia-siakan kesempatan yang
sungguh mulia ini.
Semoga anda semua, setelah membaca artikel ini, timbul hasrat/semangat untuk
segera terbebas dari semua bentuk kehidupan (samvega), karena semua bentuk
kehidupan adalah penderitaan. Dengan semangat ini, semoga anda dapat berlatih
meditasi vipassanā dengan rajin dan gigih hingga akhirnya mencapai tujuan yang
sesungguhnya dari hidup ini (Nibbāna) yang semua makhluk cita-citakan. Sādhu! sādhu!
sādhu!
Salam mettā untuk semua,
U Sikkhānanda
Pusat Meditasi Satipaṭṭhāna Indonesia
Bacom, Puncak, Jawa Barat
16 Juni, 2011
Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati jasa kebajikan
sebesar jasa kebajikan yang diperoleh dari penulisan artikel Dhamma ini.
Semoga semua makhluk hidup bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan,
serta secepatnya mencapai Nibbāna. Sadhu! Sadhu! Sadhu!
-----oOo-----

About

Pengikut