oleh: U
Sikkhānanda (Andi Kusnadi)
Apakah anda pernah merenung tentang tujuan hidup ini? Apakah hidup ini hanya
sekali?
Setelah meninggal, jadi tanah (abu), dan kemudian selesai. Apakah ada
kehidupan
sebelum dan sesudah kehidupan ini? Bila ada, dahulu anda terlahir sebagai
apa?
Di masa yang akan datang anda akan terlahir sebagai apa? Di mana? dan
sebagainya.
Apakah hal-hal yang disebutkan di atas tidak pernah terpikirkan oleh anda?
Bila
demikian, pasti anda tidak takut akan kematian.
Apakah
tujuan hidup anda hanya untuk: menjadi orang kaya, menjadi orang
terkenal,
menjadi orang besar (penguasa: presiden, raja, dll.)? Apakah hanya untuk
makan
makanan yang lezat, memenuhi kebutuhan biologis (seksual), dan memiliki
banyak
keturunan? Bila pernyataan di atas benar, maka maaf, anda tidak ada bedanya
dengan
seekor singa (hewan). Lihatlah seekor Singa (rajanya para hewan), tujuannya
adalah
menjadi singa No. 1. Dengan demikian, dia akan mempunyai area yang luas
sehingga
dapat memudahkannya untuk mencari mangsa (makan) dan dapat memiliki
banyak
singa betina untuk memuaskan kebutuhan biologisnya dan mendapatkan banyak
keturunan.
Bahkan untuk mewujudkan hal ini, terkadang dia membunuh anak lakilakinya.
Tujuan
hidup di atas bukanlah tujuan yang tepat dari hidup ini, karena tidak akan
memberikan
anda kebahagiaan sejati (terbebas dari penderitaan). Mari kita tinjau satuper-
satu.
Ingin
Menjadi Orang Kaya?
Hal
ini sangatlah umum, hampir setiap anak kecil bila di tanya, kamu ingin jadi
apa?
Jawabannya adalah saya ingin jadi orang kaya. Mungkin anda mengenal Bill Gates,
pemilik
perusahaan perangkat lunak komputer yang sangat terkenal. Beliau adalah salah
satu
orang terkaya di bumi ini. Apakah dia bahagia dengan menjadi orang kaya? Pada
tahun
+/- 1998an, saat Indonesia terkena krisis ekonomi, beliau memiliki +/- 1 milyar
lembar
saham Microsoft dengan harga sekitar US$ 100-110 per lembar. Coba kalikan
dengan
nilai rupiah yang saat itu kira-kira sekitar 13.000 – 15.000 per US$.
Bingungkan,
banyak
sekali angka nol-nya? Punya satu triliun saja sudah sulit membayangkannya,
kapan
anda bisa mendapatkan uang sebanyak itu, iya kan? Tetapi manusia tidaklah
pernah
puas, begitu juga dengan Bill Gates. Dia terus bekerja untuk menjadi lebih kaya
lagi
dan lebih kaya lagi. Saat itu, perusahaannya juga dirundung masalah, karena
dianggap
melakukan praktik monopoli. Selain sibuk dengan pekerjaannya, dia juga sibuk
harus
pergi menghadiri sidang di pengadilan bersama pengacaranya. Dia menggunakan
pengacara
terkenal dengan tarif +/- US$ 2.000/jam. Apakah hidup yang seperti demikian
dapat
dikatakan sebagai hidup yang membahagiakan? Benar uang sangatlah diperlukan
untuk
hidup, tetapi uang yang banyak tidak dapat menjamin anda untuk dapat hidup
bahagia.
Ini
adalah kisah nyata dari seorang perumah tangga yang saya cukup kenal.
Mereka
hidup sangat berkecukupan. Namun demikian, mereka menjalankan
kehidupannya
dengan sederhana. Saat muda mereka dibesarkan dalam keadaan
keluarga
yang bisa dikatakan kekurangan. Akan tetapi, pasangan ini adalah pasangan
yang
sangat rajin bekerja dan juga suka menabung, selain cerdik. Sehingga usahanya
menjadi
cepat maju dan besar. Dari kemajuan usahanya inilah mereka bisa membeli
beberapa
mobil, rumah, ruko, tanah, emas murni, dll. Karena cerdas dan berpandangan
ke
depan, maka mereka pun tidak lupa untuk membeli asuransi untuk melindungi harta
bendanya
dan pendidikan anak-anaknya. Sang suami dengan kecerdasannya, belajar
berbagai
macam hal, mulai dari bidang ekonomi, fisika, kimia, biologi, elektronik,
kelistrikan,
sampai masalah hukum. Dengan demikian, beliau bisa menyusun surat-surat
kontrak
untuk negosiasi bisnisnya sendiri.
Suatu
hari mereka mengetahui bahwa sarang burung walet mempunyai harga jual
yang
bagus dan beberapa kenalannya memilikinya. Maka pasangan ini pun
mendambakan
untuk memilikinya dan mereka kemudian membuat bangunan yang
sangat
kokoh untuk mencapai tujuannya. Mereka berharap suatu saat bila mereka sudah
tua,
mereka tidak perlu bekerja lagi dan tinggal menikmati hasil dari sarang
waletnya dan
uang
kontrak dari beberapa properti yang dimilikinya. Tetapi siapa yang bisa meramal
masa
depan? Begitupun mereka, ramalannya meleset, sudah sekian lama bangunan
walet
miliknya tetap kosong, walaupun banyak burung yang masuk tetapi tidak pernah
bersarang.
Namun demikian, mungkin mereka mempunyai karma baik yang cukup
banyak
dari kehidupan masa lalunya. Salah satu rumahnya yang berada di kota lain
(tidak
ditinggalinya
lagi) diisi oleh burung walet. Mengetahui hal ini, maka mereka pun menjadi
sangat
bahagia. Semua berjalan lancar dan setelah beberapa saat mereka pun mulai bisa
memanen
hasilnya. Tetapi tak lama setelah itu, hal baru yang tidak diharapkan pun
muncul.
Seperti kata pepatah, “semua orang ingin kebagian kue,” walaupun mereka
tidak
berhak mendapatkannya. Rumah walet tersebut dimasuki oleh pencuri dan pernah
juga
terjadi kebakaran kecil (yang katanya kemungkinan dilakukan dengan sengaja oleh
orang
yang sirik pada mereka). Kejadian ini terjadi pada saat mereka sudah pensiun
dari
usahanya
dan cukup berumur, sehingga tidak memungkinkan mereka sering-sering pergi
bolak-balik
untuk mengunjungi sarang walet tersebut. Sehingga sekarang sarang walet
tersebut
menjadi pembawa penderitaan bagi mereka.
Dengan
pertimbangan yang masak, mereka putuskan untuk menjualnya. Dan
setelah
itu beban mereka karena rasa khawatir terhadap sarang burung walet tersebut
pun
hilang. Di sini terlihat jelas, bahwa semakin banyak beban (termasuk harta
benda)
yang
seseorang harus tanggung (miliki), maka semakin besar pula penderitaannya.
Begitu
beban itu dilepaskan, maka penderitaan pun ikut terlepas. Oleh karena itu, Sang
Buddha
mengajarkan umatnya untuk berlatih melepas. Hal ini Beliau berikan contoh
secara
langsung yaitu dengan meninggalkan istananya. Setelah Beliau tercerahkan pun,
Beliau
tidak mau untuk kembali menjadi raja. Bukankah bila Beliau menjadi raja, maka
pengikutNya
akan menjadi semakin banyak? Hal ini mungkin benar, tetapi perlu diingat,
tujuan
Beliau adalah bukan untuk mencari banyak pengikut atau menjadi pemimpin yang
terkenal,
melainkan untuk membantu (bukan menyelamatkan) orang lain keluar dari
penderitaan.
Selain itu, keinginan untuk menjadi raja, orang kaya, dll., timbul karena
pandangan
salah dan keserakahan, sedangkan Beliau telah terbebas dari keduanya.
Ingin
Menjadi Terkenal?
Apakah
anda mengenal Michael Jackson dan Lady Diana? Jangankan orang
dewasa,
anak SD & SMP saja tahu tentang mereka. Bagaimana dengan raja musik Rock
‘n’
Roll, Elvis Presley? Bagaimana dengan penyanyi group band legendaris dari
Inggris
yang
sampai sekarang musiknya masih digandrungi oleh hampir semua kalangan (The
Beatles),
yaitu John Lennon? Anda pasti mengenal mereka semua bukan atau setidaknya
pernah
mendengar nama besarnya? Apakah anda mengetahui bagaimana mereka
meninggal?
Ya, semuanya meninggal dengan cara yang tidak wajar, ada yang
dikarenakan
oleh kelebihan (over) dosis obat, kecelakaan kendaraan (katanya dibunuh),
&
ditembak. Mereka bukan hanya terkenal tetapi juga memiliki kekayaan yang luar
biasa.
Untuk
berjalan di tempat umum saja sangat sulit, karena penggemarnya selalu
mengejar-ngejar
mereka. Kematian mereka yang tragis menunjukkan dengan jelas
bahwa
hidup mereka sebagai orang terkenal tidaklah bahagia. Apakah anda ingin seperti
mereka?
Rasanya hal itu tidaklah perlu dijawab bukan?
Tetapi
bagaimana dengan kenyataannya? Semua orang berlomba-lomba ingin
menjadi
terkenal, karena mereka berpikir bahwa dengan menjadi terkenal maka
hidupnya
akan bahagia. Banyak sekali yang ingin menjadi artis sinetron, bintang film,
penyanyi,
penari, dan yang lainnya. Tidak sedikit yang menempuh jalan yang tidak pantas
untuk
mewujudkan impiannya untuk menjadi artis, bahkan sampai mengorbankan harga
dirinya.
Begitu juga bagi artis yang sudah terkenal, mereka terus berusaha untuk
mempertahankan
keberadaannya. Banyak dari mereka yang membuat sensasi yang
diluar
batas norma-norma yang berlaku. Bukannya menjadi semakin terkenal, malah ada
yang
karirnya menjadi hancur. Bahkan ada yang sampai masuk penjara. Bukankah hal itu
merupakan
suatu tindakan yang sangat bodoh dan memalukan?
Tahukah
anda film yang banyak dikagumi kaula muda khususnya kaum pria? Ya,
beberapa
diantaranya adalah James Bond, Rambo, dan Commando. Mari tinjau lebih
dalam
salah satunya, ambil saja film James Bond. Dalam film ini, pemeran James Bond
digambarkan
sebagai sesosok pria yang tampan, gagah, pandai dalam berkelahi dan
menembak,
berjudi, dan merayu wanita (termasuk mempermainkannya). Dia dilengkapi
dengan
alat-alat teknologi yang sangat canggih, menggunakan pakaian bagus dan
mewah,
serta mengendarai mobil tercanggih. Bila dilihat sepintas lalu, pria muda mana
yang
tidak mengidolakan tokoh James Bond ini. Semua yang diinginkan oleh seorang
pria
dimilikinya.
Namun demikian, bila kita tinjau baik-baik berdasarkan norma-norma
kemanusiaan
yang berlaku secara umum di masyarakat (atau Pancasila Buddhis), James
Bond
melakukan pelanggaran terhadap norma-norma tersebut hampir disetiap saat.
Mulai
dari membunuh, mencuri, berbuat asusila, berbohong, dan mabuk-mabukan. Jika
demikian,
apakah sosok yang demikian layak untuk dijadikan panutan bagi para kaum
pria?
Semoga tidak ada wanita yang menyukai James Bond (si peleceh perempuan).
Kaum
perempuan pun tidak terbebas dari hal yang serupa. Banyak dari mereka yang
mengagumi
tokoh wanita yang sama buruknya dengan James Bond.
Pencitraan
sesosok tokoh idola yang salah seperti di atas bukan hanya terjadi di
negara-negara
Barat, tetapi juga terjadi di negara-negara Timur. Pernah dengar film
“Dewa
Judi atau God of Gamblers”? Film ini muncul di era 80an, tetapi ternyata masih
sangat
populer hingga saat ini.1 Sosok pemeran utama dalam film ini juga tidak jauh
berbeda
dengan James Bond, tinggi, gagah, tampan, pandai berkelahi & menembak,
suka
mabuk-mabukan, dan selalu dikelilingi oleh wanita cantik. Bila menang berjudi
maka
dia akan senang-senang sambil minum minuman keras. Bila kalah dalam berjudi,
dia
juga mabuk-mabukan. Tak segan-segan untuk melakukan perkelahian hingga
pembunuhan
guna menjaga reputasinya. Pencitraan yang salah ini, bukannya membawa
kebahagiaan
melainkan penderitaan, baik dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang
akan
datang. Hal ini dapat terjadi karena kekeliruan, halusinasi, dan kebodohan.
Ingin
Menjadi Orang Besar (Penguasa)?
Apakah
anda mengenal Alexander Agung (Alexander The Great, 20/21 Juli 356 SM
–
10/11 Juni 323 SM), Julius Caesar (100-44 SM), dan Cleopatra (Januari 69 SM –
12
Agustus
30 SM)? Ya, mereka adalah para penguasa di jaman yang telah lampau. Mungkin
banyak
yang tidak mengenalnya. Mereka meninggal ketika relatif dalam usia yang masih
muda,
yaitu sekitar 30 – 50an tahun, masing-masing karena sakit (ada dugaan karena
dibunuh),
dibunuh, dan bunuh diri.2 Lihatlah sosok penguasa yang belum lama (belasan
tahun
yang lalu) digulingkan dan merupakan pemimpin negara tetangga kita. Ya, dia
adalah
Ferdinand Marcos, bekas penguasa Negara Philippina. Bagaimana dengan mantan
penguasa
Indonesia, negara kita sendiri, Bung Karno dan Pak Harto? Mereka turun dari
kekuasaannya
juga karena dipaksa. Apakah anda pikir mereka dapat hidup dengan
tenang
dan bahagia di akhir hayatnya? Bagaimana dengan Presiden kita saat ini,
Pemimpin
Libya, Presiden Amerika Serikat, dll? Banyak sekali urusan yang harus
dikerjakannya
dan mungkin tidur pun tidak bisa nyenyak. Banyak dari para pemimpin
dunia
menggunakan mobil anti peluru. Apakah hal itu sebagai pertanda kebahagiaan?
Tentu
jawabannya adalah TIDAK.
Namun
demikian, banyak sekali orang yang tidak menyadari hal ini, bukan cuma
di
Indonesia tetapi di seluruh dunia. Lihatlah di negara kita yang tercinta ini,
tahukah
anda
berapa jumlah partai politik yang kita miliki? Banyak sekali, mungkin anda
tidak
hafal
semuanya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena setiap orang ingin menjadi
penguasa,
dan kendaraan yang tercepat untuk membawanya jadi penguasa adalah partai
politik.
Seperti anda semua ketahui, tidak ada partai politik yang bersih atau mungkin
bisa
juga dikatakan bahwa tidak ada politikus yang bersih. Mereka (pihak oposisi)
selalu
berusaha
menjatuhkan pihak yang sedang berkuasa untuk merebut kekuasaannya.
Dengan
dalih ingin mensejahterakan rakyat, bukannya mendukung/membantu partai
penguasa,
pihak oposisi selalu membuat masalah kecil menjadi masalah besar. Semua itu
adalah
manifestasi dari keserakahan. Oleh karena itu, dengan jalan ini, anda juga
tidak
akan
pernah menemukan kesejahteraan dan kedamaian sampai kapanpun.
Ingin
Memiliki Banyak Keturunan?
Hal
ini sesuai dengan prinsip para nenek moyang kita yang mengatakan bahwa
“banyak
anak, banyak rejeki”? atau bisa diartikan sebagai penyebab kebahagiaan.
Sekarang,
ternyata tidak banyak lagi orang yang setuju dengan prinsip tersebut. Bahkan
bila
ada yang masih mempunyai pandangan seperti itu, mungkin akan dianggap sebagai
pandangan
orang yang tidak normal. Saat ini kehidupan semakin keras, biaya hidup
semakin
tinggi, dan uang lebih sulit didapat. Para perumah tangga biasanya hanya
mempunyai
1 atau 2 orang anak saja. Di negara Jerman dan Singapura, bahkan banyak
pasangan
yang memilih untuk tidak mempunyai anak. Perlu diketahui, untuk mencegah
terjadinya
kekurangan penduduk, pemerintah Singapura bahkan bersedia memberikan
bonus
kepada keluarga yang ingin mempunyai anak. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan
hidup
ini juga bukan hanya sekedar untuk mempunyai keturunan, karena hal itu tidaklah
menjamin
tercapainya kebahagiaan.
Sehubungan
dengan prinsip banyak anak di atas, ada sebuah cerita menarik dari
Dhammapada,
syair No. 213. Syair ini diucapkan Sang Buddha sehubungan dengan
kesedihan
Visākhā (penyokong utama wanita yang merupakan pendonor vihara
Pubbārāma)
yang disebabkan oleh kehilangan salah satu cucu kesayangannya.
7
Suatu
hari salah satu cucu kesayangan Visākhā yang bernama Sudattā meninggal
dunia
dan dia merasa sangat sedih sekali. Kemudian ia pergi untuk menemui Sang
Buddha
di vihara Jetavana, Sāvatthi3. Saat Sang Buddha bertemu dan melihatnya
menangis,
Beliau bertanya, “Apakah engkau ingin mempunyai keturunan (cucu) sebanyak
penduduk
kota Sāvatthi?” Ya Guru, saya menginginkannya. Kemudian Sang Buddha
bertanya
kembali, “Visākhā, tahukah kamu bahwa banyak penduduk yang meninggal
setiap
harinya di kota Sāvatthi?” Ya Guru, saya mengetahuinya. Sang Buddha pun
berkata,
“Jika kamu menganggap mereka yang meninggal tersebut seperti cucumu
sendiri,
kamu tidak akan pernah berhenti bersedih dan menangis. Jika demikian,
masihkah
kau menginginkan untuk memiliki cucu sebanyak penduduk Sāvatthi?” Visākhā
pun
tersadar dan dia berkata bahwa dia tidak menginginkan cucu lagi. Kemudian Sang
Buddha
berkata lagi, “Jangan biarkan kematian cucumu terlalu mempengaruhimu.
Kesedihan
(karena kehilangan) dan ketakutan (akan kehilangan) muncul karena rasa
sayang.”
Setelah selesai menasihati Visākhā, Sang Buddha mengucapkan syair
Dhammapada
#213: Raya sayang mengakibatkan kesedihan, rasa sayang
mengakibatkan
ketakutan. Tidak ada kesedihan bagi dia yang terbebas dari rasa
sayang,
bagaimana bisa ada ketakutan baginya?
Dari
uraian di atas, ternyata apa yang selalu dikejar-kejar banyak orang,
sebenarnya
tidak satu pun yang membawa kebahagiaan. Mungkin anda berpikir bahwa
hal
ini hanyalah pandangan yang keliru dan pesimis dari Ajaran Sang Buddha.
Buktinya
dengan
banyak uang, menikmati aneka hiburan, bertamasya, dan dengan mempunyai
anak,
banyak orang merasa bahagia.
Apakah
Ajaran Sang Buddha Keliru dan Pesimis?
Ajaran
Sang Buddha bukanlah Ajaran yang keliru dan pesimis. Ajaran Beliau
adalah
Ajaran Kebenaran. Beliau hanya menunjukkan yang sebenarnya dari hukum yang
berlaku
di dunia ini. Dalam Empat Kesunyataan (Kebenaran) Mulia, Kebenaran yang
pertama
adalah Kebenaran tentang Penderitaan. Contoh: kelahiran, usia tua, sakit, ...
dan
5 kelompok pencengkeraman (Pancupādānakkhandha) adalah
penderitaan. Selain
itu
penderitaan juga dibagi menjadi 3 macam: 1. Penderitaan yang kasar (dukkhadukkha),
contoh:
digigit nyamuk, tertusuk jarum, dll. 2. Penderitaan yang halus, karena
perubahan
(vipariṇāma-dukkha), contoh: berkurangnya tingkat kebahagiaan terhadap
sesuatu
yang kita sukai. Bapak A sangat suka dengan nasi goreng rumah makan B, tetapi
bila
setiap hari dia mengonsumsinya, mungkin setelah yang ketiga atau kelima kali
dia
mulai
muak dengan nasi goreng tersebut. 3. Penderitaan yang berada di segala sesuatu
yang
terkondisi (saṅkhāra-dukkha),
penderitaan jenis ini sangatlah halus, tidak terlihat,
dan
juga tidak bisa dimengerti hanya dengan melalui perenungan. Hanya bisa
dimengerti
dan
dirasakan melalui meditasi vipassanā. Karena segala sesuatu yang terkondisi
adalah
tidak
kekal walaupun itu hanya se-per-seratus...se-per-sejuta detik (bahkan lebih),
semuanya
adalah penderitaan/ ketidakpuasan.
Penderitaan
jenis ke 1 & 2 tidaklah sulit untuk dipahami, tetapi yang jenis ketiga
sangatlah
sulit untuk dimengerti. Dikarenakan sebagian besar orang tidak mengetahui
hakekat
yang sebenarnya dari fenomena mental dan jasmani, mereka terjebak dalam
halusinasi/penyimpangan/distorsi.
Ada tiga halusinasi (vipallāsa)4 yaitu: 1. Halusinasi
dari
persepsi
(sannā-vipallāsa), 2. Halusinasi dari pikiran (citta-vipallāsa),
dan 3. Halusinasi
dari
pandangan (diṭṭhi-vipallāsa). Masing-masing dari halusinasi di atas terbagi lagi
menjadi
4 macam, yaitu: * menganggap yang tidak kekal (anicca) sebagai sesuatu yang
kekal
(nicca), * menganggap yang kotor/buruk/jelek (asubha) sebagai sesuatu yang
bersih/baik/bagus
(subha), * menganggap penderitaan (dukkha) sebagai
kebahagiaan
(sukha), dan * menganggap yang tanpa-inti, -aku, -ego, -jiwa, atau -roh
(anattā) sebagai
sesuatu
yang mempunyai inti (attā).
Marilah
lihat contoh yang sederhana, yaitu rambut. Bisa dipastikan hampir semua
orang
menganggap rambut sebagai sesuatu yang indah/menarik dan mereka
menyayanginya,
khususnya adalah kaum wanita. Oleh karena itu setiap orang merawat
rambutnya
dengan baik bahkan ada yang sampai berlebihan. Contohnya, mereka
memberinya
minyak rambut, pewangi, zat pewarna (di-cat), dipotong agar terlihat indah,
dicuci/bersihkan
(keramas) dengan cairan pencuci rambut (sampo) yang mahal, dan
sebagainya,
bahkan ada yang sampai menyewa jasa orang lain untuk melakukannya
(pergi
ke salon). Selain itu, untuk membuktikan pernyataan ini menjadi lebih kuat lagi
yaitu
adanya peribahasa yang mengatakan bahwa “rambut adalah mahkotanya wanita.”
Namun
demikian, bila terdapat walaupun hanya satu helai rambut di makanan atau
minuman
yang anda sangat sukai, dapat dipastikan anda akan merasa jijik untuk
mengonsumsinya.
Bila rambut itu memang indah dan bersih, maka seharusnya
makanan/minuman
yang anda sangat sukai tersebut akan menjadi semakin menarik dan
menggugah
selera anda bukan! Mengapa bisa terbalik keadaannya? Hal ini disebabkan
oleh
halusinasi persepsi. Mengapa halusinasi ini bisa terjadi, apa penyebabnya?
Semua
halusinasi
disebabkan oleh kekotoran mental (kilesa) dan cara mengatasinya adalah
dengan
berlatih meditasi vipassanā.5
Apakah
sekarang anda masih mengatakan bahwa Ajaran Sang Buddha adalah
Ajaran
yang pesimis dan keliru? Semoga contoh sederhana di atas dapat membuka mata
anda
semua bahwa selama ini sebagian besar hidup anda dihabiskan untuk mengejar
kebahagiaan
dengan cara yang keliru. Bila belum percaya juga, cobalah renungkan
apakah
selama ini anda telah benar-benar mendapatkan kebahagiaan yang anda cari?
Pasti
BELUM, karena sampai sekarang anda masih mencarinya bukan?
Tujuan
Hidup Yang Benar
Bila
demikian, apa Tujuan Hidup Yang Benar, bila ditinjau dari Ajaran Sang
Buddha.
Tujuannya adalah mencapai kedamaian (kebahagiaan) sejati (Nibbāna), yaitu
suatu
keadaan yang terbebas sepenuhnya dari penderitaan. Bagaimana cara
mencapainya?
Caranya yaitu dengan membasmi kekotoran mental anda. Kekotoran
mental
ini hanya dapat dibasmi oleh kekuatan kebijaksanaan (pannā).
Ada
3 jenis kebijaksanaan6, 1. Kebijaksanaan yang diperoleh dari mendengar dan
belajar
Dhamma (suta-maya-pannā). 2. Kebijaksanaan yang
diperoleh dari pemikiran
analitis
atau penyelidikan (cintā-maya-pannā). 2. Kebijaksanaan yang diperoleh dari
pengembangan
mental atau meditasi (bhāvanā-maya-pannā). Kebijaksanaan yang dapat
membasmi
kekotoran mental adalah kebijaksanaan hasil meditasi vipassanā,
kebijaksanaan
yang membuat seseorang mengerti hakekat sesungguhnya dari fenomena
mental
dan jasmani, yaitu tidak kekal (anicca),
penderitaan/tidak memuaskan (dukkha),
dan
tanpa inti (anattā). Dengan mengerti 3 corak
umum ini, maka secara bertahap 3 akar
kejahatan
yaitu: keserakahan (lobha), kebencian/kemarahan (dosa), dan kebodohan
mental
(moha) akan terkikis dan akhirnya habis. Saat 3 akar kejahatan ini
telah lenyap,
maka
kedamaian sejati (Nibbāna) tercapai.
Apakah
seseorang cukup hanya melakukan meditasi vipassanā dalam hidupnya
untuk
mencapai Nibbāna? Bisa ya dan bisa juga tidak. Bila kualitas kesempurnaan
(pāramī) anda telah mencukupi, maka anda bisa hanya dengan melaksanakan
meditasi
vipassanā
dalam hidup ini. Tetapi apakah anda mengetahui kualitas kesempurnaan
anda?
Jadi sebaiknya anda (semua orang) melakukan tiga landasan perbuatan berjasa
(punna-kiriya-vatthu): dana (dāna), sila atau moralitas (sīla), dan pengembangan
mental/meditasi
(bhāvanā). Berdana7 akan mengkondisikan seseorang untuk mempunyai
kehidupan
yang berkecukupan. Pelaksanaan sila akan mengkondisikan seseorang untuk
mempunyai
kehidupan yang terhormat, disukai orang, sehat, dan hidup dengan tenang.
Latihan
meditasi (khususnya vipassanā) akan mengkondisikan seseorang untuk
memperoleh
kecerdasan dan kebijaksanaan. Bila anda hidup berkecukupan tetapi tidak
mempunyai
kesehatan yang baik atau selalu cemas karena takut kejahatan-kejahatan
yang
telah anda lakukan (akibat melanggar sila) terbongkar oleh pihak yang berwajib,
maka
anda tidak akan dapat hidup bahagia, begitu juga untuk berlatih meditasi. Tanpa
berlatih
meditasi, anda tidak akan mempunyai kecerdasan dan kebijaksanaan yang
cukup.
Bila demikian, kekayaan dan kesehatan anda bisa menjadi pembawa kehancuran.
Selain
itu anda juga tidak akan bisa terbebas dari kelahiran, umur tua, sakit, dan
kematian.
Untuk terbebas dari hal itu, jalan satu-satunya adalah meditasi vipassanā.
Jadi
tiga
landasan perbuatan berjasa ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan
sebaiknya
semua orang melaksanakan ketiganya.
Waktu
Yang Tepat Untuk Berlatih
Tahukah
anda kapan waktu yang terbaik untuk berjuang mencapai kedamaian
sejati
ini? Jawabannya adalah SAAT INI. Saat ini adalah kehidupan anda yang Paling
Mulia8 dari kehidupan-kehidupan sebelumnya. Mengapa? Karena di
kehidupan inilah
anda
dapat berjuang untuk mencapai kedamaian sejati tersebut. Jangan karena alasan:
masih
banyak tugas sekolah, masih banyak pekerjaan, masih terlalu muda, sudah terlalu
tua,
dan yang lainnya, mengakibatkan anda tidak memperjuangkan untuk mencapai hal
yang
sungguh luar biasa ini. Kehidupan yang anda miliki saat ini di mana anda
terlahir
sebagai
manusia, terlahir ketika ada Buddha yang tercerahkan, anda dapat bertahan
hidup
(dan tidak dalam keadaan kekurangan maupun cacat), dan anda dapat
mendengarkan
Dhamma Sang Buddha yang dapat menuntun anda mencapai Nibbāna,
adalah
kehidupan yang sangat sulit sekali di dapat, jadi jangan sia-siakan kehidupan
ini
dengan
melakukan hal yang tidak berguna.
Apakah
anda ingin melakukan ketika anda sudah tua, ketika jasmani dan mental
anda
sudah jauh lebih lemah lagi? Apakah anda yakin usia anda masih panjang? Secara
teori,
latihan meditasi vipassanā sangatlah mudah dan sederhana, yaitu: selalu menjaga
perhatian
murni (sati
atau bare-attention) di setiap aktivitas
yang anda lakukan. Namun
demikian,
karena hal ini adalah sesuatu yang baru, yang belum biasa dilakukan, maka
kebanyakan
orang merasa kesulitan dalam mempraktikkannya. Jangankan yang sudah
tua,
yang kekuatan mental dan jasmaninya telah banyak berkurang, yang masih muda
saja
banyak sekali yang mengalami kesulitan. Bila saat ini anda sudah tua, janganlah
menunda
dan ragu untuk memulainya, karena anda tidak akan menjadi lebih muda dan
kuat
lagi. Tetapi yang pasti adalah anda akan semakin lemah dan mendekati kematian.
Selain
itu, siapa yang bisa menebak kapan anda akan meninggal? Kehidupan ini tidaklah
pasti,
tetapi kematian adalah sesuatu yang pasti. Bila hal ini (kematian) datang, tak ada
tindakan
apapun yang anda dapat lakukan untuk mencegahnya. Tak ada sogokmenyogok,
tawar-menawar,
ataupun meminta belas kasihan. Tak ada penundaan
walaupun
hanya satu detik. Jadi lakukanlah SAAT INI9 juga.
Melakukannya
Di Kehidupan Yang Akan Datang
Apakah
anda mau melakukannya nanti, di kehidupan yang akan datang? Apakah
anda
yakin dapat terlahir kembali menjadi manusia (atau terlahir di alam yang baik
lainnya:
dewa & brahma) dan mempunyai kehidupan yang layak seperti saat ini (tidak
kekurangan,
cacat, bodoh, dll.)? Pernahkah terlintas oleh anda tentang kemungkinan
terlahir
menjadi binatang (tiracchāna), setan (peta), jin/raksasa (asura), atau
bahkan
menjadi
penghuni alam neraka (niraya)? Perlu diketahui bahwa 4
alam rendah adalah
rumah
permanen bagi para makhluk hidup. Bukti dari hal ini adalah kecenderungan dari
setiap
makhluk hidup menghabiskan waktunya dengan diliputi oleh 3 akar kejahatan.
Coba
renungkan hal ini terhadap diri anda sendiri. Mereka yang terlahir di sana
tidak
mempunyai
kesempatan sama sekali untuk melatih meditasi vipassanā ini. Bukan hanya
hidup
mereka sangat menderita, tetapi mereka juga tidak mempunyai kecerdasan yang
cukup
untuk berlatih Dhamma. Anda tidak perlu membayangkan makhluk setan, jin,
ataupun
penghuni neraka, tetapi bayangkanlah makhluk alam rendah yang mudah dilihat
dan
ditemui, yaitu binatang. Hidupnya sebagian besar hanya dihabiskan untuk mencari
makan,
berkelahi (mempertahankan daerah kekuasaan), atau hanya sekedar bertahan
hidup
untuk mendapatkan keturunan (diantaranya adalah ikan salmon dan cengcorang).
Selain
itu hidupnya selalu dipenuhi rasa takut dari ancaman akan dimangsa oleh
binatang
yang lebih kuat.
Mungkin
anda akan bertanya, bagaimana dengan anjing dan kuda? Banyak anjing
dan
kuda yang hidup kecukupan dalam soal makanan, apalagi bila anjing dan kuda
tersebut
dipelihara oleh orang kaya. Ya, anda benar, ada beberapa dari mereka yang
hidup
sangat berkecukupan. Tetapi, apakah mereka mempunyai kecerdasan yang cukup
untuk
berlatih Dhamma? TIDAK sama sekali, jangankan diajarkan untuk berlatih
meditasi,
diajarkan untuk dapat membaca pun tidak bisa. Karena hidupnya kecukupan
(enak),
mereka cenderung untuk menjadi serakah, manja, dan malas. Hal tersebut
cenderung
pada pengembangan keserakahan (lobha) dan
kebodohan (moha). Bila hidup
dalam
keadaan kekurangan, kecenderungan dari kebencian (dosa) dan kebodohannya
(moha) akan meningkat. Sehingga, baik mereka yang hidup berkecukupan
ataupun
kekurangan,
3 akar kejahatan selalu dominan di kehidupan mereka. Selain itu, mereka
juga
tidak mengerti tentang moralitas dan akibatnya mereka banyak melakukan
pelanggaran
sila. Dengan demikian sangatlah sulit untuk terlahir kembali di alam yang
baik.
Anda pasti telah mendengar tentang perumpamaan ‘penyu buta’ dan ‘debu di
ujung
kuku’ yang dibabarkan oleh Sang Buddha untuk menggambarkan betapa sulitnya
terlahir
di alam manusia.10
Dalam
sebuah kisah Dhammapada yang berhubungan dengan syair No. 60,
digambarkan
akibat buruk dari membunuh hewan. Raja Pesenadi dari kerajaan Kosala
terpikat
oleh seorang wanita yang telah beristri, akan tetapi, wanita tersebut telah
mempunyai
suami. Sang Raja pun berniat membunuh suami wanita tersebut agar beliau
dapat
memperistrinya. Malam harinya Sang Raja bermimpi sangat buruk dan untuk
menghindari
hal tersebut terjadi padanya, Raja berkonsultasi dengan para brahmana
(penasehat)
kerajaan. Beliau dianjurkan untuk melakukan kurban besar-besaran. Tetapi
atas
nasehat Ratu Mallikā, beliau menemui Sang Buddha dan diberitahu bahwa hal itu
tidaklah
baik. Beliau juga diberi penjelasan tentang mimpinya. Raja sangat berterima
kasih
sekali dan memuji istrinya di hadapan Sang Buddha. Kemudian Sang Buddha
mengatakan
bahwa bukan hanya kali ini saja istrinya telah menyelamatkannya, dan atas
permintaan
sang Raja, Beliau mengisahkan kehidupan masa lalu mereka.
Saat
itu mereka hidup sebagai Raja Uggasena dan Ratu Dhammadinnā (Dinnā).
Raja
Benāres menangkap mereka dan berencana untuk membunuhnya, tetapi setelah
mendengarkan
kisah kehidupan Ratu Dinnā, akhirnya semua tawanan dibebaskan. Di
kehidupan
sebelumnya Ratu Dinnā pernah membunuh seekor domba untuk membuat
suatu
hidangan yang lezat dengan memotong leher domba tersebut. Akibat perbuatan
ini,
setelah meninggal, beliau terlahir di alam neraka dalam waktu yang sangat
panjang.
Setelah
terbebas dari neraka, beliau terlahir sebagai seekor domba sebanyak jumlah bulu
domba
yang dibunuhnya dan selalu meninggal karena dibunuh dengan cara dipotong
lehernya.
Raja Benāres pun merenungi akibat yang akan diterimanya dan dia
memutuskan
untuk membebaskan para tawanannya, termasuk Raja Uggasena. Kisah
yang
hampir sama bisa anda baca pada Matakabhatta Jātaka (No. 18).
Sekarang
renungkanlah sudah berapa banyak hewan yang telah anda bunuh?
Mungkin
sulit untuk menghitungnya bukan? Ambil contoh saja misalnya, membunuh
nyamuk,
jentik nyamuk, semut, ikan, ayam, burung, dsb. Mungkin dari anda ada yang
pernah
membeli dan menggunakan raket nyamuk. Saat ada satu atau beberapa nyamuk
yang
terkena raket, maka akan menimbulkan suara nyaring (ceter...ceter) dan mungkin
anda
merasa senang dan mengeluarkan ungkapan rasa senang “Wow Luar Biasa” sambil
tertawa.
Betapa menyedihkan mengetahui hal ini, karena anda merasa senang setelah
melakukan
hal yang tidak pantas dilakukan. Sekarang juga banyak rumah makan yang
menyajikan
hewan hidup (ayam, kelinci, ular, ikan, dsb.). Pernahkah anda memesannya?
Bayangkanlah
bila anda harus terlahir sebagai hewan (atau 3 alam rendah lainnya)
sebanyak
jumlah kaki nyamuk (atau mungkin di tambah dengan jumlah bulu ayam,
sisik/telur
ikan, sisik ular, dll.) yang telah anda bunuh. Tidakkah hal itu membuat anda
takut?11
Oleh karena itu, manfaatkanlah kehidupan mulia yang anda miliki saat ini untuk
berlatih
meditasi vipassanā agar bisa terhindar dari itu semua dan kalau bisa mencapai
Nibbāna
di kehidupan ini juga.
Apakah
4 alam rendah itu memang benar-benar ada? Dalam Ajaran Buddha, alam
binatang
adalah salah satunya, jadi yang satu ini tidak bisa diragukan lagi. Tetapi
bagaimana
dengan 3 alam yang lainnya (setan, jin, dan neraka)? Memang tidak banyak
orang
yang mengetahui kenyataan ini, tetapi bukan berarti hal ini tidak bisa
dipercaya.
Anda
mungkin bisa cari dan baca buku yang berjudul “Ruang dan Waktu” atau “Ewang
Me
Sutang.” Penulis yakin buku itu menceritakan hal yang sesungguhnya karena
penulis
juga
mempunyai beberapa teman yang bisa melihat makhluk dari alam-alam tersebut.
Coba
pikirkan hal ini, orang yang buta sejak lahir tidak pernah melihat matahari,
bulan,
dan
bintang. Tetapi, karena dia belum pernah melihat itu semua, bukan berarti
matahari,
bulan,
dan bintang tidak ada bukan?
Mungkin
anda menganggap bahwa anda telah banyak melakukan kebajikan
seperti
berdana, melaksanakan sila, sering pergi kebaktian, dll. Mungkin anda merasa
yakin
akan terlahir menjadi dewa dan memutuskan untuk berlatih di sana saja.
Sebenarnya
sangatlah kecil kemungkinannya bagi anda untuk bisa berlatih di alam dewa,
karena
di sana terlalu banyak kesenangan. Waktu anda akan habis hanya untuk
menikmati
kesenangan objek indera. Jangankan dewa, manusia yang terlahir di keluarga
yang
kecukupan saja tidak sempat berlatih karena waktunya habis untuk mencari
kesenangan
objek indera. Contohnya: menonton TV/bioskop, bernyanyi (karaoke-an),
pergi
makan ke restoran, pergi fitness, menyalurkan hobi (seperti bercocok tanam,
memancing,
bikin kue, dsb.), menggosip, dll. Sang Buddha memberikan perumpamaan
tentang
kesenangan di alam manusia ini bagaikan setetes embun yang berada di sehelai
daun
rumput alang-alang, sedangkan kesenangan di alam dewa bagaikan banyaknya air
yang
berada di samudera. Jadi hampir bisa dipastikan (walaupun tidak 100%), orang
yang
terlahir
di alam dewa akan lupa untuk berlatih Dhamma. Apakah anda tahu Raja Sakka?
Ya,
dia adalah Raja para dewa di alam dewa tingkat kedua (Tāvatiṁsa). Beliau telah
mencapai
tingkat kesucian yang pertama (Sotāpanna) dan masih
sering lupa untuk
berlatih
karena terlena akan kesenangan alam dewa.12 Bila seorang Sotāpanna saja masih
sering
lupa berlatih, bagaimana dengan makhluk yang belum mencapai tingkat kesucian?
Kemungkinan
besar, PASTI tidak ingat untuk berlatih Dhamma (khususnya meditasi
vipassanā).
Keberadaan
Ajaran Buddha
Ajaran
Buddha diprediksi akan bertahan sekitar 5.000 tahun. Sekarang sudah
lebih
dari 50% waktu tersebut telah berlalu. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman
penulis
dalam menjalankan kehidupan sebagai seorang bhikkhu di Myanmar, sepertinya
Ajaran
Buddha ini bahkan mungkin tidak akan bertahan selama waktu yang diprediksikan
di
atas. Hal ini dikarenakan banyak sekali para rohaniawan Buddhis (bhikkhu dan
yang
lainnya)
sudah tidak melaksanakan peraturan yang seharusnya mereka laksanakan.
Penulis
memutuskan pergi dan belajar ke Myanmar karena praktik meditasi vipassanā
masih
cukup kuat di sana. Sedangkan di negara-negara penganut Ajaran Theravāda
lainnya
sudah sangat lemah. Anda mungkin bisa melihat dan merasakan betapa
bebasnya
kehidupan seorang rohaniawan Buddhis sekarang, bahkan ada yang melakukan
hal
yang tidak pantas dilakukan. Mereka hidup bagaikan umat awam. Bila hal ini
terus
berlangsung,
maka bisa dipastikan sebelum 5.000 tahun Ajaran yang sungguh Mulia ini
akan
lenyap dari muka bumi ini.
Bila
Ajaran Buddha lenyap, maka Ajaran tentang meditasi vipassanā ini pun
lenyap.
Saat itu hanya orang-orang spesial/tertentu yang tetap bisa melatihnya, karena
mereka
telah berlatih di kehidupan sebelumnya. Mereka adalah orang yang telah
mencapai
kesucian (Ariya
Puggala) dan calon Paccekabuddha. Bila anda tidak
mengetahui
apakah anda termasuk dalam kelompok orang yang spesial seperti di atas,
sebaiknya
anda berlatih saat ini juga selagi masih mempunyai kesempatan. Sadarkah
anda
bahwa sangat sedikit orang yang mempunyai kesempatan untuk berlatih meditasi
vipassanā
ini. Yang jauh lebih sedikit lagi adalah orang yang benar-benar mau
melatihnya.
Bahkan para bhikkhu yang tinggal di pusat-pusat meditasi di negara
Myanmar
pun sudah tidak suka bermeditasi lagi, termasuk juga para guru meditasinya.
Ini
adalah tanda-tanda yang sangat nyata bahwa Ajaran Buddha, khususnya tentang
meditasi
vipassanā akan segera lenyap. Manfaatkanlah kesempatan yang sungguh mulia
ini
untuk berlatih sungguh-sungguh, sehingga anda dapat menjalani kehidupan ini
sesuai
dengan
Ajaran Sang Buddha dan segera mencapai Nibbāna.
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas terlihat bahwa kebanyakan orang hidup dalam kekeliruan.
Mereka
semua mencari kebahagiaan, tetapi tidak tahu hakekat sesungguhnya dari
kebahagiaan
itu sendiri. Oleh karena itu, bukannya kebahagiaan, melainkan penderitaan
yang
semakin panjanglah yang mereka dapat. Untuk mendapatkan kebahagiaan yang
sesungguhnya,
sebaiknya anda melakukan dana, sila, dan meditasi (khususnya meditasi
vipassanā).
Semuanya dapat dirangkum menjadi tiga intisari ajaran dari semua Buddha,
yaitu:
1. Hindari (jangan melakukan) Kejahatan. 2. Perbanyak Kebaikan. 3. Sucikan
Hati/Pikiran.
Semua
orang harus menghindari kejahatan karena
masih banyak sekali hasil dari
perbuatan-perbuatan
yang tidak baik dari kehidupan masa lalu yang belum diterima
(berbuah).
Ini bagaikan batu yang akan membawa anda tenggelam dalam lingkaran
kehidupan
(khususnya ke 4 alam rendah) dan mengalami penderitaan yang sangat luar
biasa.
Semua orang harus memperbanyak kebaikan karena hal
ini dapat membantunya
dalam
menghadapi penderitaan dan menyucikan Hati/Pikiran. Kebaikan bagaikan perahu
yang
dapat membantu anda menyeberangi samudera saṁsāra dan mencapai
pantai
seberang
(Nibbāna). Semakin besar perahu anda, semakin besar daya angkutnya.
Selama
berat batunya (hasil karma buruk) tidak melebihi daya angkut perahunya, anda
tidak
akan tenggelam. Menyucikan Hati/Pikiran hanya bisa
dilakukan dengan meditasi
vipassanā
dan dukungan dari tindakan No. 1 dan 2. Saat ini anda mempunyai
kesempatan
untuk melakukan semua itu dan bahkan untuk mencapai tujuan akhir
tersebut
(Nibbāna) di kehidupan ini juga. Jadi jangan sia-siakan kesempatan yang
sungguh
mulia ini.
Semoga
anda semua, setelah membaca artikel ini, timbul hasrat/semangat untuk
segera
terbebas dari semua bentuk kehidupan (samvega), karena
semua bentuk
kehidupan
adalah penderitaan. Dengan semangat ini, semoga anda dapat berlatih
meditasi
vipassanā dengan rajin dan gigih hingga akhirnya mencapai tujuan yang
sesungguhnya
dari hidup ini (Nibbāna) yang semua makhluk
cita-citakan. Sādhu! sādhu!
sādhu!
Salam
mettā untuk semua,
U
Sikkhānanda
Pusat
Meditasi Satipaṭṭhāna Indonesia
Bacom,
Puncak, Jawa Barat
16
Juni, 2011
Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati
jasa kebajikan
sebesar jasa kebajikan yang diperoleh dari
penulisan artikel Dhamma ini.
Semoga semua makhluk hidup bahagia, damai, dan
bebas dari penderitaan,
serta secepatnya mencapai Nibbāna. Sadhu! Sadhu!
Sadhu!
-----oOo-----