BAB
SEMBILAN
11.
Peraturan yang Minor dan Tidak Begitu Penting
“Telah dikatakan oleh Sang Buddha, ‘O bhikkhu, dari pengetahuan yang lebih tinggilah
aku mengajarkan Dhamma.’ Tetapi Beliau juga berkata:
‘Setelah aku tidak ada lagi, Ananda, bila diinginkan oleh Sangha, biarlah
Sangha menghapus peraturan yang minor dan tidak begitu penting.’ Apakah itu
berarti bahwa peraturan-peraturan itu ditetapkan secara salah dan tanpa sebab
yang tepat?”
“O baginda, ketika Sang Buddha berkata, ‘Biarlah Sangha menghapus peraturan
yang minor dan tidak begitu penting’, itu dikatakan untuk menguji para bhikkhu.
Seperti halnya seorang raja ketika akan mangkat akan menguji putra-putranya
dengan berkata: ‘Daerah-daerah di luar kerajaanku akan terancam bahaya
keruntuhan setelah aku mangkat.’ Nah, setelah ayahandanya mangkat, apakah para
putra raja itu akan mau begitu saja kehilangan daerah-daerah di luar kerajaan?”
“Tentu saja tidak, Yang Mulia. Para raja mempunyai keinginan menguasai. Karena
nafsu akan kekuasaan, para pangeran mungkin justru akan memperluas daerah
kekuasaannya dua kali lipat dari apa yang telah mereka miliki. Mereka tidak
akan pernah mau begitu saja kehilangan apa yang telah mereka miliki.”
“Begitu pula, baginda, karena semangat Dhamma, para siswa Sang Buddha mungkin
akan mempertahankan bahkan lebih dari seratus lima puluh peraturan, tetapi
mereka tidak akan pernah mau begitu saja kehilangan apa yang ditetapkan.”
“Yang Mulia Nagasena, ketika Sang Buddha mengacu pada ‘Peraturan yang Minor dan
Tidak Begitu Penting’ orang mungkin merasa ragu-ragu, yang mana peraturan
dimaksud itu.”
“Tindakan yang berkenaan dengan perbuatan-salah merupakan peraturan yang tidak
begitu penting, dan ucapan-salah5 mengacu pada peraturan minor. Para sesepuh
yang bertemu dalam Konsili Buddhis Pertama juga tidak satu pendapat mengenai
hal ini.”
12.
Ajaran Rahasia
“Sang Buddha berkata kepada Ananda, ‘Sehubungan dengan Dhamma, Sang Tathagata
bukanlah seorang guru yang merahasiakan sesuatu di dalam genggamannya sendiri.’
Tetapi ketika Beliau ditanya oleh Malunkyaputta, Beliau tidak menjawab. Apakah
Beliau tidak menjawab karena ketidaktahuan, ataukah Beliau hendak
menyembunyikan sesuatu?”
“O baginda, bukan karena ketidaktahuan dan juga bukan karena ingin
menyembunyikan sesuatu maka Beliau tidak menjawab. Suatu pertanyaan dapat
dijawab dengan satu dari empat cara:
1. secara langsung,
2. dengan analisa,
3. dengan pertanyaan balik, dan
4. dengan mengabaikannya.
“Pertanyaan
macam apa yang harus dijawab secara langsung?
‘Apakah materi itu kekal? Apakah perasaan tubuh itu kekal? Apakah pencerapan
itu kekal?’ Pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab secara langsung.
“Dan apa yang harus dijawab dengan analisa?”
‘Apakah yang tidak kekal itu materi?’
“Dan apa yang harus dijawab dengan pertanyaan balik?”
‘Apakah mata dapat mencerap segala sesuatu?’
“Dan apa yang harus diabaikan?”
‘Apakah dunia itu abadi? Apakah dunia itu tidak abadi? Apakah Sang Tathagata
ada setelah kematian? Apakah Sang Tathagata tidak ada setelah kematian? Apakah
jiwa sama dengan tubuh? Apakah tubuh itu satu hal dan jiwa itu hal lain?’ Pada
pertanyaan-pertanyaan demikianlah Sang Buddha tidak menjawab Malunkyaputta.
Tidak ada alasan untuk menjawabnya. Para Buddha tidak berbicara tanpa alasan.”
13.
Rasa Takut terhadap Kematian
“Sang Buddha berkata, ‘Semuanya gemetar akan hukuman, semuanya takut akan
kematian.’ Tetapi Beliau juga berkata, ‘Arahat telah melewati semua rasa
takut.’ Jadi bagaimana? Apakah para Arahat juga gemetar karena ketakutan akan
kematian? Apakah para makhluk di neraka takut akan kematian, padahal lewat
kematian itu mereka mungkin akan terbebas dari siksaan?”
“O baginda, tidaklah termasuk para Arahat ketika Sang Buddha berkata,
‘Semuanya gemetar akan hukuman, semuanya takut akan, kematian.’ Seorang Arahat
merupakan perkecualian dari pernyataan itu karena semua penyebab rasa takut
telah dihilangkan olehnya. Misalnya saja, O baginda, seorang raja mempunyai
empat menteri utama yang setia dan dapat dipercaya; apakah mereka akan merasa
takut bila raja mengeluarkan perintah yang mengatakan, ‘Semua orang daerahku
harus membayar pajak’?”
‘Tidak, Nagasena. Mereka tidak akan merasa takut karena pajak tidak berlaku
untuk mereka. Mereka berada di luar perpajakan.”
“Begitu juga, O baginda, pernyataan, ‘Semuanya gemetar akan hukuman, semuanya
takut akan kematian’, tidak berlaku bagi para Arahat karena mereka berada di
luar rasa takut akan kematian. Ada lima cara, O baginda, di mana arti suatu
pernyataan harus ditegaskan:
1. Membandingkannya dengan teks yang dikutip;
2. Melalui ‘selera’, yaitu: apakah sesuai dengan teks-teks lain?;
3. Apakah sesuai dengan ajaran para guru?;
4. Setelah menimbang pendapatnya sendiri, yaitu apakah sesuai dengan
pengalamanku sendiri?;
5. Dengan gabungan semua cara itu.”
“Baiklah,
Nagasena, saya menerima bahwa para Arahat merupakan perkecualian bagi
pernyataan itu, tetapi tentunya semua makhluk di neraka tak mungkin merasa
takut akan kematian karena lewat kematian itu mereka akan terbebas dari
siksaan.”
“Mereka yang berada di neraka tetap merasa takut akan kematian, O baginda,
karena kematian merupakan kondisi di mana mereka yang belum melihat Dhamma merasa
takut. Seandainya, O baginda, seorang tawanan yang disekap di ruang bawah tanah
harus menghadap raja yang sebenarnya berkehendak akan membebaskannya, apakah
tawanan itu merasa takut menghadap raja?”
“Ya, dia akan merasa takut.”
“Begitu juga, O baginda, semua makhluk di neraka merasa takut akan kematian
walaupun mereka akan terbebas dari siksaan.”
14.
Perlindungan dari Kematian
“Dikatakan oleh Sang Buddha, ‘Tidak di langit, tidak di tengah samudera, tidak
di celah gunung yang paling terpencil, tidak di seluruh dunia yang luas ini
dapat ditemukan tempat di mana orang dapat lolos dari jerat kematian.” Tetapi
sebaliknya, syair perlindungan (Paritta) diberikan oleh Sang Buddha untuk
melindungi mereka yang berada di dalam bahaya. Jika tidak ada jalan untuk menghindari
kematian maka upacara Paritta itu tidak ada gunanya.”
“Syair-syair Paritta, O baginda, dimaksudkan bagi mereka yang masih mempunyai
sisa porsi kehidupan. Tidak ada upacara maupun sarana buatan yang dapat
memperpanjang kehidupan seseorang yang jangka waktu kehidupannya telah habis.”
“Tetapi, Nagasena, jika orang yang faktor-faktor kehidupannya masih ada akan
tetap hidup, dan orang yang tidak rnemiliki faktor-faktor itu tadi akan mati,
maka baik obat maupun Paritta sama-sama tidak ada gunanya.”
“Apakah baginda telah pernah melihat atau mendengar kasus suatu penyakit yang
dapat disembuhkan oleh obat?”
“Ya, ratusan kali.”
“Kalau demikian, pernyataan baginda tentang tidak-mujarabnya Paritta dan obat
pastilah salah.”
“Yang Mulia Nagasena, apakah Paritta merupakan perlindungan bagi setiap orang?”
“Hanya bagi beberapa, bukan bagi setiap orang. Ada tiga alasan di mana Paritta
tidak bekerja:
1. Halangan karena karma masa lalu;
2. Halangan karena kekotoran batin masa kini, dan
3. Halangan karena kurangnya keyakinan.
Paritta
yang merupakan perlindungan bagi para makhluk akan kehilangan kekuatannya
karena cacat mereka sendiri.”
15.
Kekuatan Mara
“Walaupun Yang Mulia mengatakan bahwa Sang Tathagata selalu mendapat makanan sewaktu
mengumpulkan dana makanan tetapi ketika memasuki desa Pañcasala Beliau tidak
menerima apa-apa karena adanya gangguan Mara. Apakah kekuatan Mara lebih besar
daripada kekuatan Sang Buddha, ataukah kekuatan perbuatan tercela lebih kuat
daripada kekuatan perbuatan bajik?”
“Baginda, walaupun apa yang baginda katakan itu benar adanya, tetapi itu belum
cukup kuat untuk menegaskan pernyataan baginda. Misalnya saja ada seorang
penjaga gerbang di suatu istana kerajaan. Dia mungkin mencegah orang agar tidak
membawakan hadiah untuk raja karena iri hati, tetapi toh sang raja tidak akan
menjadi kalah berkuasa dibandingkan dengan penjaga gerbang itu. Ada empat cara
untuk menghalangi suatu pemberian:
1. Menghalangi pemberian yang belum dimaksudkan untuk orang tertentu;
2. Menghalangi pemberian yang sudah disisihkan untuk orang tertentu;
3. Menghalangi pemberian yang sudah disiapkan untuk seseorang, dan
4. Menghalangi rasa gembira yang timbul karena memberi seseorang.
Dalam
hal yang baginda sebutkan, pemberian itu bukanlah dimaksudkan khusus untuk Sang
Buddha, karena bila memang sudah ditujukan khusus, tak ada seorang pun yang
dapat menghalanginya.”
“O baginda, sehubungan dengan Sang Tathagata, tak seorang pun mampu menghalangi
empat hal ini:
1. pemberian makanan yang sudah dimaksudkan untuk Beliau;
2. sinar aura yang mengelilingi Beliau sejauh sedepa;
3. kemahatahuan Beliau; dan
4. kehidupan Beliau.
Hal-hal
itu terbebas dari cacat, tidak dapat diserang makhluk lain dan tidak dapat
diganggu. Ketika Mara menguasai para perumahtangga di desa Pañcasala, hal itu
bagaikan perampok-perampok yang mengepung jalan besar sambil bersembunyi di
tempat-tempat yang tidak dapat dicapai. Tetapi jika raja melihat mereka,
menurut baginda apakah mereka akan selamat?”
“Tidak, Yang Mulia. Raja mungkin menyuruh agar mereka dicincang hancur.”
“Begitu pula, O baginda, jika Mara menciptakan penghalang bagi makanan yang
telah dikhususkan untuk Sang Buddha, kepalanya akan hancur menjadi ribuan
keping.”
16.
Pengetahuan akan Kelakuan Yang Salah
“Dikatakan oleh Sang Buddha, “Siapa pun yang karena kebodohannya menghilangkan
kehidupan makhluk lain, berarti menumpuk perbuatan tercela yang besar.’ Tetapi
di dalam peraturan latihan untuk para bhikkhu tentang pembunuhan makhluk hidup,
Beliau mengatakan, ‘Tidak ada pelanggaran kalau dia tidak tahu.’ Bagaimana
mungkin kedua pernyataan ini benar?”
“Ada pelanggaran-pelanggaran yang tidak memiliki celah untuk lolos bagi orang
yang tidak tahu, dan ada pelanggaran-pelanggaran yang memiliki celah untuk
lolos. Pelanggaran yang kedualah yang dimaksudkan Sang Buddha ketika Beliau
berkata bahwa tidak ada pelanggaran jika dia tidak mengetahuinya.”
17.
Sang Buddha Tidak Mempunyai Sifat Ingin Memiliki
“Sang Buddha mengatakan, ‘Sang Tathagata tidak berpikir bahwa Beliau seharusnya
memimpin Sangha atau bahwa Sangha bergantung kepada Beliau.’ Tetapi mengenai
Buddha Metteyya Beliau mengatakan, ‘Dia akan menjadi pemimpin suatu Sangha yang
terdiri dari beberapa ribu seperti halnya Aku sekarang pemimpin Sangha beberapa
ratus’.”
“Oh, baginda, suatu pengertian kadang-kadang sudah tercakup di satu bagian,
sedangkan di bagian yang lain tidak. Bukan Sang Tathagata yang mencari
pengikut, tetapi para pengikutlah yang mencari Beliau. ‘Ini adalah milikku’
hanya merupakan pendapat umum, bukan kebenaran tertinggi. Kecintaan adalah
bentuk pikiran yang sudah disingkirkan oleh Sang Tathagata. Beliau telah
menyingkirkan sifat memiliki, Beliau telah terbebas dari pandangan salah
tentang ‘Ini adalah milikku’. Beliau hidup hanya untuk membantu orang lain.
Seperti halnya awan besar yang membawa hujan, O baginda; ia mencurahkan hujan
dan memberikan makanan kepada rumput dan pohon, kepada ternak dan manusia, dan
semua makhluk hidup bergantung kepadanya. Tetapi awan itu tidak mempunyai
perasaan rindu akan ide ‘Ini adalah milikku’. Begitu juga Sang Tathagata
mengajarkan kepada semua makhluk mengenai sifat-sifat bajik dan mempertahankan
mereka di dalam kebajikan, dan semua makhluk bergantung kepada Beliau, tetapi
Beliau tidak mempunyai konsep kepemilikan karena Beliau telah meninggalkan
semua pandangan salah mengenai diri.”
18.
Kesatuan Sangha
“Anda katakan bahwa Sangha Sang Tathagata tidak akan pernah bisa dipecah-belah.
Tetapi Devadatta dapat membawa pergi lima ratus orang bhikkhu dari Sang
Buddha.”
“Perpecahan itu terjadi karena kekuatan memecah-belah. Seorang ibu pun dapat
terpisah dari anaknya bilamana ada orang yang membuat keretakan. Tetapi bahwa
Sangha Sang Tathagata tidak dapat dipecahkan itu dikatakan di dalam pengertian
khusus. Belum pernah terdengar bahwa pengikut Beliau dapat dipecah-belahkan
oleh sesuatu yang dilakukan Sang Tathagata, atau oleh kata yang tidak bajik,
tindakan yang salah atau ketidakadilan apa pun dari Sang Tathagata sendiri. Di
dalam pengertian itulah pengikut Beliau tidak tergoyahkan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar