Pada suatu ketika, Sang Buddha
singgah di hutan bambu dekat Rajagaha Kata, seorang brahmana yang bermana
Akkosaka datang mengunjungi Beliau dan memaki-maki Beliau dengan kejamnya.
Akkosaka tidak senang terhadap Beliau sebab temannya Bharadvaja yang dahulunya
adalah seorang brahmana menjadi pengikut Buddha yang baru.
Mendengar kata-kata kasar dari
brahmana itu, Sang Buddha bertanya kepadanya, "Brahmana, apakah
saudara-saudara serta teman-temanmu pernah mengunjungimu?" Brahmana itu
menjawab, "Ya, kadang-kadang mereka melakukannya."
Kemudian Sang Buddha menanyakan
pertanyaan lagi, "Apakah kamu pernah menjamu mereka dengan makanan dan
minuman?"
Brahmana itu menjawab, "Ya, kadang
kala juga."
"Apabila tamu-tamumu itu tidak
menerima apa yang kamu berikan, makanan dan minuman siapakah mereka (makanan)
itu?" tanya Sang Buddha.
"Mereka adalah milikku"
jawab bramana itu.
"Sang Buddha kemudian berkata,
"Kata-kata kasarmu dapat dibandingkan dengan makanan dan minumanmu. Saya
tidak menerima caci makianmu, dengan demikian mereka )kata-kata itu) adalah
untukmu. Mereka yang mengembalikan maki-makian dengan maki-makian, atau yang
mengembalikan amarah dengan amarah adalah seolah-olah kamu dengan para
pengunjungmu yang makan bersama-sama. kita belum pernah makan bersama-sama.
Caci makianmu itu adalah untukmu sendiri."
Sang Buddha melanjutkan ajaranNya, "Barang siapa yang tidak pernah merasa
marah, barang siapa yang telah melatih diri mereka sendiri untuk terus-menerus
membawa hidupnya ke kebajikan, barang siapa yang tidak mengembalikan amarah
dengan amarah adalah bagaikan mereka yang telah memenangkan peperangan nan
dahsyat. Dapatkah dikatakan bahwa mereka yang tenang, apabila mengetahui bawah
orang-orang lain itu marah kepadanya, melakukan tindakan-tindakan yang
menguntungkan bagi kedua belah pihak - bagi mereka sendiri, maupun bagi
orang-orang lain."
Sesudah mendengarkan wejangan dari
wejangan dari Sang Buddha, brahmana Akkosaka secara penuh memahami ajaran
beliau. Ia mengatakan kepada Beliau bahwa ajaran Beliau adalah jelas. Baginya,
Sang Buddha merupakan seseorang yang menempatkan segala sesuatu dengan benar,
yang mengangkat selubung atau tirai, yang menunjukkan jalan yang benar kepada seseorang
yang telah kehilangan jalan, yang membawakan lampu ke dalam kegelapan bagi
mereka yang mempunyai mata untuk melihat. Dengan mempunyai kepercayaan besar
terhadap Beliau sebagai tempat perlindungan dan memohon agar ia dijadikan
seorang Bhikkhu.
Sesudah pentahbisan, ia melaksanakan
dhamma dengan hati-hati, serta berusaha dengan rajin. Ia memiliki kebijaksanaan
dalam memeprtimbangkan ajaran-ajaran benar hingga akhirnya ia mencapai kesucian
dengan tingkatan akhir dari jalan ariya, dan menjadilah ia seorang arahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar